Petik Hikmah - Engkong Sanwani yang umurnya udah 80 tahun sakit keras di rumah sakit.
Pas ditengokin sama anak bontotnya, si Mamat, napas engkong udah tinggal
satu-dua.
Mamat lekas manggil Uztad Naim buat lempengin jalan babenya. "Be, sabar
ya be," kata si Mamat sambil mendekat ke arah engkong Sanwani yang
semakin megap-megap.
Mendadak, si engkong kasih isyarat minta diambilkan bolpen. Si uztad
buru-buru rogoh bolpen plus robekan amplop di kantong celana.
"Nih Mat, kasih babe lo bolpen sama kertas kecil," kata si Uztaz Naim ke Mamat.
Mamat pun segera gerak cepat. Dalam hatinya, Mamat mikir soal warisan.
Kebayang tanah waris di Rawa Belong di kepala Mamat. "Alhamdulillah, ada
rezeki di tengah musibah," pikir Mamat dalam hati.
Si engkong buru-buru nulis dengan tangan yang bergetar. Abis selesai engkong nulis, uztad minta Mamat untuk bacain itu surat.
"Mat, ente kagak bacain tuh surat dari babe?" tanya Uztad.
"Kagak enak tad, nanti aja. Suasananya gak enak," kata Mamat sambil ngantongin surat yang ditulis engkong.
Gak lama dari situ lewat juga si engkong. Ina lillahi wa inna ilaihi rojiun.
Akhirnya, jenazah engkong dibawa uztad dan si Mamat pulang ke Rawa Belong untuk persiapan nguburin.
Sampe rumah, Mamat langsung ngumpulin adek dan mamangnya. Maksudnya mau bacain surat wasiat si engkong.
Pelan-pelan, dibuka deh itu surat. Bukannya ngebaca, Mamat malah pingsan. Dia semaput sampe jungkir balik.
"Buset, berat bener pasti isi wasiatnya," pikir Uztad Naim.
Dengan langkah mantab, si uztad akhirnya ngambil itu kertas sambil
bacain pesan terakhir dari Engkong Sanwani. Ternyata pesannya bunyinya
begini, "Mat minggir, selang oksigen babe elu injek!"
Kisah di atas hanya sekadar rekaan komedi populer di kalangan masyarakat
Betawi. Banyak yang nyebutnya lawakan asal goblek. Asal goblek adalah
ucapan celpas ceplos yang umumnya memiliki sisi humor yang tinggi.
Ya, memang Betawi adalah salah satu sutu suku yang memiliki budaya dan khazanah humor yang kaya.
Kalau disuruh memilih siapa pelawak terbaik sepanjang masa, rasanya
dalam 10 besar klasemen yang saya susun, nama seniman asal Betawi akan
mendominasi.
Mulai Benyamin Sueb, Haji Bolot, dan Oppie Kumis menjadi salah satu
contohnya. Jangankan pelawak, politikus atau pengamat asal Betawi saja
punya sisi humor tinggi. Sebut saja Haji Lulung dan 'Babe' Ridwan Saidi.
Jadi tak heran, jika pentas Pemilukada DKI juga disikapi dengan banyak
ragam humor. Entah yang disengaja ataupun tak disengaja. Entah humor itu
disebabkan si calon atau ulah pendukungnya.
Yang jelas, menarik juga kita membedah aspek humor dalam Pemilukada DKI
kali ini. Selain jadi hiburan tersendiri, humor nyatanya bisa meredakan
tensi yang hingga kini tak juga turun.
Sejarah pun mencatat humor punya peran dalam politik. Bahkan peran humor bisa sampai menghancurkan sebuah bangsa.
Sebagai contoh adalah peran humor di masa Perang Dunia II. Kita tentu
mengenal karakter tokoh pantomim legendaris, Charlie Chaplin.
Pada tahun 1940, pria bernama lengkap Sir Charles Spencer Chaplin itu
memproduksi, menulis, sekaligus membintangi film berjudul The Great
Dictator. Ini adalah film komedi satire untuk mengkritisi sosok pemimpin
Nazi Jerman Adolf Hitler.
Film itu tersebar luas sepanjang Perang Dunia II ke kalangan prajurit di
garis depan. Ini demi meningkatkan moral prajurit sekaligus menghabisi
karakter Hitler yang saat itu tanpak begitu superior.
Lima tahun setelah itu, pasukan di garis depan sekutu bisa menembus wilayah Jerman hingga membuat Hitler dan Nazi luluh lantak.
Contoh lain adalah bagaimana cara Amerika memenangkan Perang Dingin
melawan Soviet. Salah satu senjata ampuh Amerika justru bukan senjata,
melainkan serial humor kartun The Simpson.
The Simpson garapan Matt Groening jadi salah satu tonggak penghancur
moral Soviet. Sejak pertama kali diputar pada 1989 hingga awal 1990-an,
the Simpson kerap menampilkan lelucon tentang Soviet.
Hal yang akhirnya membuat muda-mudi Soviet merasa malu akan negaranya
sendiri. Serial itu pun lagi disebarkan Amerika ke wilayah Soviet,
terutama ke wilayah perbatasan, yang masih bisa mengangkap sinyal antena
dari negara lain. Nasionalisme mereka perlahan luntur.
Pada akhirnya serial humor itu sukses dengan propaganda politiknya.
Muncul kemudian gerakan dari 12 Republik di Uni Soviet untuk memisahkan
diri. Puncaknya Soviet bubar pada Desember 1991, atau dua tahun setelah
serial The Simpson diputar perdana.
Apa yang terjadi di Jerman dan Soviet menggambarkan betapa kuatnya
pengaruh humor dalam pertarungan dan perang politik dunia. Hal ini juga
berlaku dalam pertarungan politik di Indonesia, khususnya Pemilukada DKI
yang hingga ini 'perangnya' masih membara.
Dalam kontestasi Pemilukada DKI, sisi humor memang menjadi senjata. Ini
utamanya jika kita berkaca pada pertarungan di ranah sosial media.
Sayangnya, lebih banyak humor yang sarkas ketimbang berkualitas. Ini
utamanya menyasar pada karakter kandidat yang kerap dihabisi atau
dibully dengan strategi menyebar lelucon serta meme di dunia maya.
Karen Scubert lewat artikelnya di USA Today berjudul, “Bazar goes
Bizarre”, mengartikan meme adalah kegiatan, konsep, atau slogan untuk
memengaruhi satu orang ke orang lain. Biasanya dilakukan dengan
mengunggah editan narasi foto atau video.
Strategi melepas lelucon meme aktif dilancarkan para pendukung Ahok pada
lawan politiknya. Jika ditilik dari intensitas, kubu Agus Yudhoyono
(AHY)-Sylviana Murni yang kerap jadi sasaran. Ini utamanya sebagai
respons setelah SBY terlibat aktif dalam kampanye Agus.
Jadilah SBY selalu jadi sasaran bully dengan cara menjadikannya bahan
meme. Meme disebar untuk mendeligitimasi setiap pernyataan SBY di sosial
media. Mulai dari tema 'lebaran kuda, saya bertanya ke bapak presiden
dan kapolri, Antasari, hingga terkait pribadi.
Agus pun tak ketinggalan dibully dengan lelucon seputar pribadi. Tujuan
serangan lelucon itu lebih pada penghabisan karakter. Ini juga untuk
menutupi isu yang disampaikan SBY dan Agus, utamanya soal tekanan
penguasa sepanjang Pemilukada.
Pihak SBY dan Agus memang kerap melontarkan pandangannya yang kerap
'diganggu' penguasa. Ini tak terlepas dari laporan hukum yang mendadak
menyerang Sylviana Murni.
Eskalasinya makin meningkat dengan munculnya demo di kediaman pribadi
SBY yang disebut ada kekuatan besar yang menggerakkannya. Ditambah pula
manuver Antasari 24 jam sebelum pencoblosan yang menuding SBY sebagai
dalang kriminalisasi kasus pembunuhan.
Semua protes dan reaksi balik kubu Agus atas serangan kepadanya itu,
malah diconter dengan strategi melempar lelucon dan meme. Jadilah humor
strategi ampuh untuk menghabisi karakter dan mengaburkan substansi
serangan balik SBY dan Agus kepada penguasa.
Sayangnya, kubu Agus memang tak membalas lelucon atau meme itu secara
sistematis. Perlawanan balasan memang ada, tapi lebih secara sporadis.
Justru strategi yang lebih efektif dilakukan kubu Anies Baswedan untuk
menghadapi bully dan serangan meme lelucon sarkas dari kubu pro Ahok.
Secara sistematis, Anies mambalas lelucon dengan humor cerdas. Caranya
degan mengunggah video respons jenaka Anies saat mengomentari bully-an
terhadapnya di Twitter.
Anies dan Sandi juga menggunakan strategi jenaka sebagai bagian untuk
memperkuat //branding// dan program kerjanya. Ini contohnya program Oke
Oce. Dengan tarian jenaka, lagu, dan gaya tangan khas yang cukup lucu
serta segar, Sandiaga Uno mampu membuat masyarakat tersedot
perhatiannya. Sehingga branding Oke Oce benar-benar melekat kuat di
kalangan pemilih.
Strategi jenaka juga dilakukan Anies-Sandi dengan menggandeng artis
seperti Raffi Ahmad. Sebuah acara dialog ringan yang disisipi humor jadi
jualan kampanye pasangan ini pada hari-hari terakhir jelang
pencoblosan.
Masih ada pula aksi Anies-Sandi yang memarodikan video Om Telolet Om.
Segala strategi ini menyedot atensi publik. Sehingga akhirnya, kesan
segar dan jenaka lebih dimiliki pasangan Anies-Sandi ketimbang yang
lain.
Humor cerdas inilah yang akhirnya membuat strategi bully dengan lelucon
sarkas tidak terlalu mempan pada Anies-Sandi. Strategi lelucon sarkas
malah ampuh menimpa Agus-Sylvi yang terkesan lebih formal dan kaku.
Kini memasuki putaran kedua, sisi humor agaknya masih akan menjadi senjata masing-masing kubu, baik Ahok-Djarot dan Anies-Sandi.
Kubu Ahok sepertinya masih mengandalkan serangan lelucon dan meme untuk
membully lawan di sosial media. Di sisi lain, Anies-Sandi dengan
strategi humor cerdas yang lebih fokus pada penguatan karakter dan
program.
Tapi di sisi lain, lelucon yang pada awalnya menimpa AHY yang sudah
tersingkir malah akan menentukan hasil putaran dua. Pendukung Agus-Sylvi
yang pada putaran pertama jadi korban bully, kini berbalik memegang
kendali.
Menyerang lawan yang suaranya paling rendah memang sejatinya malah
menjadi bumerang dalam sistem pemilihan seperti Pemilukada DKI ini.
Kebijakan sejumlah tokoh politik, timses, hingga Ahok yang dalam
sejumlah kesempatan menyerang Agus, Partai Demokrat, dan SBY kini jadi
senjata yang terancam membunuh balik mereka pada putaran kedua.
Karena itu wajar jika kini buzzer Ahok sedang sibuk-sibuknya meredam dan
menghapus unggahan meme membully SBY dan Agus. Mereka malah berbalik
sibuk memuji setinggi langit Agus demi meraih simpati pemilihnya.
Di sisi lain, kini saatnya kubu Agus yang bisa balas 'membully' lawannya
di kotak suara. Karena dengan 900 ribu suara yang mereka miliki, suara
Agus akan sangat berpengaruh menentukan siapa pemenang Pemilukada DKI
pada putaran kedua. Sebab di sisi lain, Ahok cuma unggul sekitar 150
ribu suara pada putaran pertama atas Anies.
Melihat kondisi ini, sejenak saya bekhayal membayangkan kubu Agus sedang
memutar kembali bully-an dari pendukung Ahok. Dari mulai lelucon soal
pepo, si mantan, lebaran kuda, demo nasi bungkus, maupun soal Antasari.
Tentu semua kini sedang sibuk merayu kubu SBY dan Agus. Imbalannya bisa
dengan mahar politik. Maharnya tentu bukan seperangkat mobil berisi nasi
bungkus. Bukan pula dengan sepeda atau ikan tongkol.
Tapi, tokoh sekelas SBY sulit diprediksi. Sulit untuk menerka apa
langkah pemimpin yang dikenal sebagai ahli taktik ini pada putaran
kedua.
Tapi menjadi seorang SBY saat ini sungguh nyaman. Dia mungkin saja
sedang tertawa melihat bagaimana musuh politiknya, kini berbalik
menjilatnya.
SBY bisa memetik gitar sambil bernyanyi lagu melankolis kepada para
lawan politiknya. Tembang yang pas untuk dibawakan mungkin adalah lagu
populer Tetty Kadi berjudul 'Balada Seorang Minta-minta.'
Namun belum juga lagu koalisi terdengar dari SBY, sebuah fiksi humor sudah ramai menghiasi sosial media.
Kisah fiksinya seperti ini. Singkat cerita, SBY akhirnya diajak bertemu untuk membahas koalisi di Istana.
SBY pun sepakat akan memberi hadiah dukungan pada putaran kedua
Pemilukada. "Syaratnya penghuni istana bisa menyebut lima nama ikan
dalam bahasa Arab!"
Si empunya istana pun menjawab. "Ikan kakaf, ikan fatin, ikan fari, ikan faus, dan ikan fefes."
SBY pun menjawab, "Ya udah, sana ambil sepedanya."
Duh, Pepo jahat....
Kisah di atas tentunya hanya rekaan. Jangan terlalu serius pula
menanggapinya. Cukup tersenyum saja sambil menunggu betapa lucunya
putaran kedua Pemilukada.
Apa pun itu, putaran pertama Pemilukada DKI telah berlalu. Kini saatnya
mengendurkan tensi dengan tertawa. Dan mari kita tertawa sebelum tertawa
itu dikriminalisasi![rol]
0 on: "SBY Sepakat Beri Dukungan pilkada Putaran Kedua, Dengan Syarat Menyebut 5 Nama Ikan dalam Bahasa Arab"