Perebuatan
kekuasaan dari 3 putra Khalifah
Foto : Ilustrasi
“Akan
berperang tiga orang di sisi perbendaharaanmu. Mereka semua adalah putra
khalifah. Tetapi, tak seorangpun di antara mereka yang berhasil menguasainya.”
Banyak yang menyimpulkan bahwa yang dimaksud pada
bagian hadis ini adalah dinasti yang didirikan Ibnu Saud (Arab Saudi) pada
tahun 1932 itu patut dipertanyakan, terutama menyangkut masalah suksesi kepemimpinan
dan perlombaan peran/pengaruh di antara anggota keluarga dinasti Saud yang
muda-muda dan jumlahnya sangat banyak.
Jumlah anggota keluarga dinasti Saud (anak cucu
dan keturunan langsung dari Ibnu Saud), sudah mencapai 22.000 ribu orang. Jika
dibandingkan dengan jumlah penduduk, katanya, artinya perbandingan jumlah
pangeran / bangsawan kerajaan dibandingkan rakyat jelata adalah 1 berbanding
1000 (di negara Inggris katanya perbandingannya hanya satu berbanding jutaan).
Walaupun sepertinya tercipta kekompakan di antara anak-anak Ibnu Saud (jumlah
yang masih hidup saat ini ada 42 orang dari total anak yang jumlahnya bisa
antara 50 sampai 200 orang), akan tetapi hal itu belum tentu terjadi pada
generasi penerus yang muda-muda dan banyak jumlahnya itu.
Di dalam keluarga dinasti itu, terjadi pengotakan
dan kelompok-kelompok yang ‘berlomba’ merebut pengaruh dan kursi kekuasaan.
Masing-masing anak Ibnu Saud saat ini yang memegang kendali pemerintahan
(termasuk raja Abdullah yang berkuasa) menempatkan anak-anak favorit mereka di
kursi strategis pemerintahan, seperti anak raja Abdullah ditempatkan sebagai
pemimpin pasukan garda nasional. Putra mahkota kerajaan yang baru saja
meninggal yakni Sultan bin Abdul Aziz juga telah menempatkan anaknya sebagai
menteri pertahanan dan kepala intelijen, sementara saudaranya yang lain, yakni
Naif (Nayef) bin Abdul Aziz yang menjabat menteri dalam negeri saat ini
sekaligus menjadi putra mahkota dengan meninggalnya Sultan bin Abdul Aziz, juga
telah mempersiapkan anaknya sebagai menteri dalam negeri.
Memang suksesi raja di negara itu tak seperti
kerajaan-kerajaan yang kita pahami, yakni dari ayah ke anak. Di Saudi kekuasaan
bisa diserahkan ke saudara, sebagaimana yang sudah-sudah. Akibatnya tentu
semakin menarik dan nyaris membuka peluang bagi semua anak cucu keturunan Ibnu
Saud (semua pangeran yang ada) untuk menjadi raja. Raja Abdullah yang berkuasa
sempat membentuk badan khusus, yang anggotanya juga diisi oleh anggota keluarga
dinasti termasuk 42 anak Ibnu Saud yang masih hidup.
Akan tetapi penunjukan
Nayef (Naif) bin Abdul Aziz sebagai posisi pengganti putra mahkota semenjak
sakit-sakitannya Sultan bin Abdul Aziz sang putra mahkota 3 tahun yang lalu
tidaklah melalui badan khusus yang dibentuknya.
Dengan jumlah pangeran yang sangat banyak saat
ini, dan sebagaimana desas desus yang beredar dengan adanya pengelompokan di
antara mereka, selain mereka saling berlomba merebut posisi pemerintahan, tentu
juga akan susah untuk mengatur pembagian gaji, tugas, hak-hak khusus, dan
proyek-proyek kepada pangeran-pangeran yang ada. Dan tentunya itu semua nanti
akan menimbulkan tanda tanya bagi kesuksesan suksesi raja dan keberlangsungan
kerajaan ketika datang masanya para pangeran generasi muda itu yang mengambil
alih kepemimpinan.
Dan era itu sangat dekat, mengingat raja Abdullah yang
berkuasa sudah tua, sakit-sakitan dan sering dioperasi. Sementara itu Naif bin
Abdul Azizi sendiri juga berusia tua hampir 80 tahun, dan juga ditengarai
menderita Leukimia.
Apalagi negara-negara tetangga mereka sibuk dengan
berbagai perubahan yang dimotori anak-anak muda yang membawa angin perubahan
dan kebebasan. Dan pastinya di antara gempuran berbagai paham dan ideologi yang
berkembang di negara-negara tetangganya itu sampai juga ke dalam internal
kerajaan dan kepada masing-masing pangeran-pangeran muda yang ada.
Apakah kerajaan itu akan goyah di tangan
perebutan kekuasaan di antara banyak pangeran muda itu nantinya selepas
meninggalnya generasi ayah-ayah mereka yang tua-tua dan berkuasa saat ini. Dan
jika terjadi, menarik untuk menantikan benar atau tidaknya yang diprediksi oleh
sebagian orang tentang khalifah/pemimpin umat Islam dalam hadis nabi yang akan
muncul ketika terjadi perebutan kekuasaan di antara anak-anak seorang khalifah
yang meninggal dunia, dimana hal itu dianggap sebuah kejadian yang menyangkut
negeri yang menaungi Mekah dan Madinah saat ini, yakni Arab Saudi.
Dalam hal ini, banyak analisa
menyebutkan bahwa boleh jadi kondisi itu akan segera menjadi realita demi
melihat apa yang saat ini terjadi di Saudi. Adalah Tony Khater, seorang analis politik Amerika dengan
spesialisasi kajian Timur Tengah khususnya Arab Saudi, telah secara konsisten
menyebutkan tentang terpecahnya pemerintahan Arab Saudi menjadi empat kelompok
sebelum wafatnya Raja Fahd, seakan-akan kelompok-kelompok itu memunyai
pemerintahannya sendiri-sendiri, yaitu pemerintahan Putra Mahkota Pangeran
Abdullah, pemerintahan Pangeran Nayef, pemerintahan Pangeran Sultan, dan
pemerintahan Pangeran Salman.
Dengan wafatnya Raja Fahd, lalu Putra Mahkota Abdullah
yang telah berusia 80 tahun naik menjadi raja, maka bisa jadi dibawahnya
terdapat tiga pangeran dengan pemerintahannya sendiri-sendiri yang bersiap-siap
menggantikannya ketika ia wafat nanti, yaitu Pangeran Nayef, Pangeran Sultan,
dan Pangeran Salman.
Kapan pun, bilakah terjadi perebutan dari 3 orang putra khalifah namun akhir
perebutan ini tentu tampuk pimpinan tidak akan mereka dapatkan dan Imam Mahdi lah yang akan berhasil menguasai tampuk pimpinan.
Pendapat
paling banyak, perbendaharaan itu yang dimaksud kabah. Jadi pemegang
kunci-kunci kota suci. Penguasa di Mekkah yang disebut khalifah yang
dimaksud
disini. Sekarang masa raja salman, jadi bukan masa yang kemaren, raja
abdullah.
3 pangeran / kelompok pangeran di arab saudi akan berebut tahta raja
saudi.
Apakah masa pergantian raja salman kelak, yang kabarnya digoyang dan
diisukan
mau dikudeta, juga dianggap beliau lebih dekat dengan islam, atau raja
berikutnya. Tidak tau, kemaren orang-orang mengira raja abdullah dan
masanya
ternyata lewat. Pendapat lain itu dimaksud 3 kelompok yang ingin atau
berniat
tegaknya khilafah, perbendaharaan dimaksud sebagai pejuang/pasukan yang
mengatas namakan islam. Apakah klompok jihadis ini semua sunni/aswaja
atau ada
syiah, khawarij, dan sunni atau semisal lainnya, sufyani, yamani, dan
khurasani. Entahlah. 3 kelompok ini berperang, sampai khalifah diberikan
pada
yang hak. Al mahdi. Maka tidak berselisih lagi mereka yang masih digaris
benar,
akan bersatu dengan mahdi. Atau pula, mengingat apakah 3 pasukan, satu
di yaman, satu di syam dan satunya di irak juga merupakan nubuat untuk
keadaan akhir jaman pula, dimana masing-masing menghadapi musuh
masing-masing di wilayahnya, tapi tidak dapat menjadi khalifahan karena
jalan sendiri-sendiri, kemudian akan mengutus masing-masing kepada imam
mahdi untuk berbaiat baru bisa terbentuk khalifah karena persatuan ini.
Apa yang dimaksud ketiganya saling berperang atau yang dimaksud
masing-masing disibukkan dengan peperangan sendiri-sendiri dengan musuh
masing-masing pada konteks kewilayahan. Awalnya mereka dari satu
kelompok sama (khilafah). Berpecah dan tetap berjuang demi tegaknya
khilafah. Makna putra dan makna matinya seorang khilafah adalah disini
adalah makna semu, merupakan perbendaharaan, kelompok-kelompok
pilihan-pilihan yang berjuang untuk tegaknya khilafah. Khilafah yang
mati yaitu usamah bin laden, atau negeri afghan (khurasan). Jihadis
berselisih setelah yang dulunya bersatu disana. Entahlah.
Bersambung ...
0 on: "Perebuatan kekuasaan dari 3 putra Khalifah"