Bayangkan,
waktu tidak kurang dari 20 tahun yang dilalui Ibnul Harits dalam
kesesatan memusuhi dan memerangi Islam....! Yakni semenjak
dibangkitkan-Nya nabi saw. sampai dekat hari pembebasan Mekah yang terkenal itu. Selama itu Abu Sufyan menjadi tulang punggung Qureisy dan sekutu-sekutunya, menggubah syair-syair untuk menjelekkan serta menjatuhkan Nabi, juga selalu mengambil bagian dalam peperangan yang dilancarkan terhadap Islam.
*****
1. Teman Bermain Nabi Saat Kanak-Kanak
Ada
tali-temali yang menghubungkan dua pribadi seperti yang mengikat
Rasulullah saw. dengan Abu Sufyan bin Harits. Dua insan itu lahir nyaris
bersamaan. Keduanya sebaya dan dibesarkan dalam keluarga yang sama.
Abu
Sufyan—bukan Abu Sufyan bin Harb, ayah Muawiyah—adalah sepupu Rasulullah
saw. Ayahnya, Harits bin Abdul Muthalib, adalah saudara Abdullah, ayah
Nabi Muhammad. Hubungan keduanya menjadi semakin erat karena mereka
disusui oleh Halimah Sa'diyah secara bersamaan. Mereka pun menjadi dua
sahabat bermain yang saling mengasihi satu sama lain. Karena hubungan
yang demikian erat tersebut, maka kebanyakan orang menyangka Abu
Sufyanlah yang akan paling dahulu menyambut seruan Rasulullah saw., dan
dialah yang paling cepat memercayai serta mematuhi ajarannya dengan
setia.
2. Menjadi Musuh Besar Rasulullah
Namun
kenyataannya tidak. Bahkan sebaliknya, justru ketika Rasulullah mulai
menyampaikan dakwah di kalangan kerabatnya secara sembunyi-sembunyi, api
kebencian menyala di hati Abu Sufyan. Kepercayaan dan kesetiaannya
selama ini berubah menjadi permusuhan. Hubungan kasih sayang sebagai
satu keluarga, satu saudara, sebaya dan sepermainan, pupus dan berubah
jadi pertentangan. Abu Sufyan adalah penunggang kuda yang terkenal dan
penyair berimajinasi tinggi. Dengan dua keistimewaannya itu, ia tampil
memusuhi dan memerangi Rasulullah yang saat itu mulai berdakwah secara
terang-terangan. Bila kaum Quraisy menyalakan api permusuhan melawan
Rasulullah dan kaum Muslimin, maka Abu Sufyan pasti tampil di antara
mereka. Lidahnya yang selalu menyemburkan syair terus menyindir
Rasulullah dengan kata-kata kotor dan menyakitkan hati. Keadaan itu
terus berlangsung selama dua puluh tahun.
3. Menerima Hidayah Islam
Akhirnya,
Allah melapangkan dada Abu Sufyan untuk menerima Islam sebagai agamanya.
Lalu bersama putranya, Ja'far, ia berangkat menemui Rasulullah di
Madinah. Ketika bertemu Rasulullah, Abu Sufyan menjatuhkan diri di
hadapan beliau. Namun Rasulullah memalingkan wajahnya, tidak mau
menerima Abu Sufyan. Ia pun mendatangi Nabi dari arah lain, tetapi
Rasulullah tetap menghindar. Hal itu terjadi beberapa kali. Setelah
berlangsung beberapa lama, akhirnya Rasulullah menerima keislaman Abu
Sufyan. Beliau bersabda, "Tiada dendam dan tiada penyesalan, wahai Abu
Sufyan."
"Wahai
Rasulullah, ajarkanlah kepada saudara sepupumu ini cara berwudhu dan
shalat," pinta Abu Sufyan. Demikianlah, akhirnya Abu Sufyan memeluk
agama Islam dan menjadi pelindung utama Rasulullah saw.
Sejak
keislamannya, Abu Sufyan menghabiskan waktunya dengan beribadah dan
berjihad, untuk menghapus bekas-bekas masa lalu dan mengejar
ketertinggalannya.
4. Gigih dan Setia dalam Berjihad
Dalam
peperangan-peperangan yang terjadi setelah Fathu Makkah, ia selalu ikut
bersama Rasulullah. Ketika berlangsung Perang Hunain, Abu Sufyan tak
mau ketinggalan dalam membela panji-panji Islam. Kala itu Abu Sufyan
tengah memegang erat kendali kuda Rasulullah. Ia ingin berjuang di jalan
Allah dan syahid di hadapan beliau. Maka sambil memegang erat tali
kekang dengan tangan kirinya, tangan kanannya memegang pedang seraya
menebas tiap musuh yang mencoba mendekati dan menyerang Rasulullah saw.
Akhirnya kaum Muslimin meraih kemenangan dalam perang itu.
Ketika
suasana agak tenang, Rasulullah memandang ke arah sekitarnya.
Didapatinya seorang mukmin tengah memegang erat-erat tali kekang
kudanya. Rupanya, sejak pertempuran berkecamuk, orang itu tetap berada
di tempatnya dan tidak pernah meninggalkannya. Ia tetap berdiri
melindungi Rasulullah. Rasulullah menatapnya lekat-lekat, lalu berkata,
"Siapakah ini? Oh, saudaraku Abu Sufyan bin Harits! Aku telah meridhaimu
dan Allah telah mengampuni dosa-dosamu."
Mendengar
ucapan Rasulullah saw. itu, hati Abu Sufyan berbunga-bunga. Semangatnya
kembali muncul. Ia pun kembali bergabung dalam barisan kaum Muslimin
yang mengejar sisa-sisa pasukan musuh. Sejak Perang Hunain itu, Abu
Sufyan benar-benar merasakan nikmat Allah dan keridhaan-Nya. Dia merasa
mulia dan bahagia menjadi sahabat Rasulullah. Hari-harinya dipenuhi
dengan ibadah, mentadabburi Al-Qur'an, dan mengamalkannya. Dia berpaling
dari kemewahan dunia, dan menghadap Allah dengan seluruh jiwa raganya.
Suatu ketika, Rasulullah melihatnya di dalam masjid. Beliau berkata kepada Aisyah, "Wahai Aisyah, tahukah kamu siapakah orang itu?
"Tidak, ya Rasulullah," jawab Aisyah.
"Dia
anak pamanku, Abu Sufyan bin Harits. Perhatikanlah, dialah yang paling
pertama masuk masjid dan paling terakhir keluar. Pandangannya tidak
pernah beranjak dan tetap menunduk ke tempat sujud. Dialah ketua pemuda
di surga."
5. Menggali Kubur Sendiri
Pada masa pemerintahan Umar bin Al-Khathab,
Abu Sufyan merasa ajalnya sudah dekat. Lalu digalinya kuburan untuk
dirinya sendiri. Dan tidak lebih dari tiga hari setelah itu, maut pun
datang menjemputnya, seolah memang telah berjanji sebelumnya. Sebelum
ruhnya meninggalkan jasad, ia berpesan kepada keluarganya, "Sekali-kali
janganlah kalian menangisiku. Demi Allah, aku tidak melakukan dosa
sedikit pun sejak masuk Islam."
Khalifah Umar turut menyalatkan jenazahnya. Al-Faruq meneteskan air mata duka atas kepergian salah seorang sahabatnya itu.
Semoga bermanfaat.
ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻭَﺑِﺤَﻤْﺪِﻙَ ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺇِﻟﻪَ ﺇِﻻَّ
ﺃَﻧْﺖَ ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُﻙَ ﻭَﺃَﺗُﻮْﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻚ
“Maha suci Engkau ya
Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan
Engkau. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”
Sumber:
www.republika.co.id
0 on: "Kisah Abu Sufyan bin Harits; Teman Masa Kecil Nabi Muhammad Saw."