بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم
Mata orang banyak pun berhamburan ke jalan-jalan yang penuh berkah, jalan yang membawa Nabi petunjuk dan kebaikan kepada mereka.
Mereka berbondong-bondong menyambut
kedatangan beliau secara bergelombang, kelompok demi kelompok, di
sela-sela mereka ada sekumpulan anak-anak yang tak kalah bersemangat,
wajah-wajah mereka dihiasi kebahagiaan dan menyatu dengan hati kecil
mereka serta yang penuh sutra cita memenuhi jiwa mereka yang jernih.
Menanti Kedatangan Rasulullah di Madinah
Di barisan depan anak-anak tersebut adalah Anas bin Malik al-Anshari.
Rasulullah shallallahu
’alaihi wa sallam dan shahabatnya ash-Shiddiq datang, keduanya berjalan
di antara kumpulan orang-orang dewasa dan anak-anak dalam rombongan yang
besar.
Adapun kaum wanita dan
gadis-gadis remaja yang biasa tinggal di rumah maka mereka naik ke
atap-atap rumah, mereka ingin melihat Rasulullah seraya berguman, “Yang
mana dia? Yang mana dia?”
Hari itu adalah hari yang tidak terlupakan. Anas bin Malik senantiasa mengingatnya sampai dia berumur seratus tahun lebih.
Tidak lama setelah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tinggal di Madinah,
al-Ghumaisha’ binti Milhan, datang kepada beliau dengan disertai Anas
anak laki-lakinya yang masih kanak-kanak, anak laki-laki itu berlarian
di depan ibunya dengan ujung rambut yang jatuh di keningnya.
Al-Ghumaisha’
mengucapkan salam kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan dia
berkata, “Ya Rasulullah, semua laki-laki dan wanita dari Anshar telah
memberimu hadiah, tetapi aku tidak mempunyai apa pun yang bisa aku
jadikan hadiah untukmu selain anak laki-lakiku ini. Terimalah dia, dan
dia akan berkhidmat kepadamu sesuai dengan apa yang engkau inginkan.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berbahagia,
beliau memandang anak muda ini dengan wajah berseri-seri, beliau
mengusap kepalanya dengan tangan beliau yang mulia, menyentuh ujung
rambutnya dengan jari-jemari beliau yang lembut dan beliau menganggapnya
sebagai keluarga.
1. Dibimbing Ibunda Tercinta
Usia Anas masih sangat muda, ketika ibunya al-Ghumaisha’
mentalqinnya dengan dua kalimat syahadat. lbunya mengisi hatinya yang
bersih dengan kecintaan kepada Nabiyul Islam Muhammad bin Abdullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka
di benak Anas pun mulai tumbuh rasa cinta kepada Rasul shallallahu
‘alaihi wa sallam sekalipun dia belum pernah bersua dengan Nabi mulia
tersebut dan hanya mendengar kisah beliau sebatas dari orang ke orang.
Tidak mengherankan, karena terkadang telinga lebih dulu merindukan sesuatu daripada mata.
Betapa seringnya Anas
kecil berangan bisa berkelana menemui Nabinya di Makkah atau beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam bisa datang kepada mereka di Yatsrib
sehingga dia bisa berbahagia karena bisa melihatnya dan tenteram karena
berjumpa dengannya.
Angan-angan itu dalam
waktu dekat ternyata telah berubah menjadi kenyataan, Yatsrib yang
membanggakan dan berbahagia mendengar bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan shahabatnya, ash-Shiddiq, sedang dalam perjalanan ke arahnya.
Maka keceriaan menaungi semua rumah dan kebahagiaan menyelimuti semua
hati.
Mata dan hati bergayut
dengan jalan yang penuh berkah, jalan yang membawa langkah Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan shahabatnya ke Yatsrib.
Anak-anak muda bergumam
setiap cahaya pagi bersinar, Muhammad telah datang. Maka Anas bersama
anak-anak kecil lainnya berlari-lari hendak menyambutnya, namun dia
tidak melihat siapa pun, dia pun pulang dengan sedih lagi kecewa.
2. Dibimbing Langsung Oleh Nabi saw.
Anas bin Malik atau Unais
(Anas kecil), begitu terkadang mereka memanggilnya sebagai ungkapan
sayang kepalanya, berumur sepuluh tahun manakala dia berbahagia bisa
berkhidmat untuk Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam.
Anas hidup di samping Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berada di bawah bimbingan beliau sampai Nabi berpulang ke ar-Rafiq al-A’la yaitu selama kurang lebih 10 tahun.
Selama itu Anas memperoleh bimbingan dari Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam yang dengannya dia menyucikan jiwanya. memahami hadits
beliau yang memenuhi dadanya, mengenal akhlak beliau yang agung,
rahasia-rahasia dan sifat-sifat terpuji beliau yang tidak dikenal oleh
orang lain.
Anas bin Malik
mendapatkan perlakuan yang mulia dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang tidak pernah diperoleh oleh seorang anak dari bapaknya.
Mengenyam keluhuran perangai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan keagungan sifat-sifatnya yang membuat dunia patut untuk iri
kepadanya.
Biarkanlah Anas sendiri
yang menyampaikan sebagian lembaran cemerlang dari perlakuan mulia yang
dia dapatkan di bawah naungan seorang nabi yang pemurah dan berhati
mulia, karena Anas lebih tahu tentangnya dan lebih berhak untuk
menceritakannya.
3. Mendapat Kasih Sayang Rasulullah saw.
Anas bin Malik berkata,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling baik
akhlaknya, paling lapang dadanya dan paling besar kasih sayangnya. Suatu
hari beliau mengutusku untuk suatu keperluan, aku berangkat, tetapi aku
menuju anak-anak yang sedang bermain di pasar dan bukan melaksanakan
tugas Rasul , aku ingin bermain bersama mereka, aku tidak pergi
menunaikan perintah yang diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Beberapa saat setelah berada di tengah-tengah
anak-anak itu, aku merasa seseorang berdiri di belakangku dan memegang
bajuku. Aku menoleh, ternyata dia adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam dengan tersenyum, beliau bersabda, “Wahai Unais, apakah kamu
telah pergi seperti yang aku perintahkan?” Maka aku pun salah tingkah,
aku menjawab, “Ya, sekarang aku berangkat Rasulullah.”
Demi Allah, aku. telah
berkhidmat kepada beliau selama sepuluh tahun, beliau tidak pernah
berkata untuk sesuatu yang aku lakukan, “Mengapa kamu melakukan ini?”
Beliau tidak pernah berkata untuk sesuatu yang aku tinggalkan, “Mengapa
kamu tinggalkan ini?”
Bila Rasulullah
memanggil Anas, terkadang beliau memanggilnya dengan Unais sebagai
ungkapan cinta dan kasih sayang, dan di lain waktu Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam memanggilnya, “Wahai anakku.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan nasihat-nasihat dan petuah-petuah beliau yang memenuhi hati dan jiwanya.
Di antara nasihat-nasihat itu adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepadanya:
“Wahai
anakku, jika kamu mampu mendapatkan pagi dan petang sementara hatimu
tidak membawa kebencian kepada seseorang maka lakukanlah. Wahai anakku,
sesungguhnya hal itu termasuk sunnahku, barangsiapa menghidupkan
sunnahku maka dia menyintaiku. Barangsiapa menyintaiku maka berarti dia
bersamaku di surga… Wahai anakku, jika kamu masuk kepada keluargamu maka
ucapkanlah salam, karena ia merupakan keberkahan bagimu dan keluargamu.”
4. Menjadi Rujukan Sepeninggal Rasulullah
Anas bin Malik hidup
setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat selama delapan
puluh tahun lebih, selama itu Anas mengisi dada umat dengan ilmu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Yang agung dan menumbuhkan akal
pikiran mereka dengan fikih kenabian.
Selama itu Anas
menghidupkan hati umat dengan petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam Yang dia sebarkan di antara para shahabat dan tabiin, [2] dengan sabda-sabda Rasulullah yang berharga dan perbuatan-perbuatan beliau yang mulia Yang dia tebarkan di antara manusia.
Dengan umurnya yang
panjang, Anas menjadi rujukan bagi kaum muslimin di masa hidupnya,
mereka bertanya kepadanya setiap mereka dihadang oleh perkara penting
dan setiap kali pemahaman mereka tidak menjangkau sebuah hukum.
Di antaranya, sebagian orang-orang yang gemar berdebat dalam agama berselisih tentang haudh (telaga)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di hari Kiamat, maka mereka bertanya
kepada Anas tentang hal itu, Anas pun berkata, “Aku tidak pernah
menyangka akan bisa hidup sehingga aku melihat orang-orang seperti
kalian yang berdebat dalam perkara telaga Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, sungguh aku telah meninggalkan wanita-wanita tua di belakangku,
setiap dari mereka tidak melakukan shalat kecuali dia memohon kepada
Allah agar memberinya minum dari telaga Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam.”
Anas bin Malik terus hidup bersama kenangannya dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selama kehidupan berlangsung.
Dia sangat berbahagia
pada hari pertemuannya dengan beliau, sangat bersedih di hari
perpisahannya dengan beliau, sangat sering mengulang-ulang sabda beliau.
Dia sangat
bersungguh-sungguh untuk mengikuti beliau dalam sabda-sabda dan
perbuatan-perbuatan beliau, menyintai apa yang beliau cintai, membenci
apa yang beliau benci. Dua hari yang paling diingat oleh Anas dalam
hidupnya: Hari pertemuannya dengan Nabi pertama kali dan hari
perpisahannya dengan beliau untuk terakhir kali.
Bila Anas teringat hari
pertama maka dia berbahagia dan bersuka cita, namun jika hari kedua
terlintas di benaknya maka dia menangis berduka, membuat orang-orang
yang di sekelilingnya ikut menangis.
Anas sering berkata,
“Sungguh aku telah melihat hari di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam datang kepada kami dan aku juga melihat hari di mana
Rasulullah meninggalkan kami. Aku tidak melihat dua hari yang menyerupai
keduanya. Hari kedatangan beliau di Madinah, segala sesuatu di sana
bercahaya. Tetapi hari di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
hampir menghadap kepada Rabbnya, segala sesuatu terasa gelap gulita.
Pandangan terakhirku
kepada beliau terjadi di hari Senin ketika kain penutup kamar beliau
dibuka, aku melihat wajah beliau seperti kertas mushaf, pada saat itu
orang banyak sedang berdiri di belakang Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu
melihat kepada beliau, mereka hampir saja bubar, namun Abu Bakar memberi
isyarat kepada mereka agar tetap berada di tempat.
Kemudian Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat di pagi hari itu. Kami tidak pernah
melihat suatu pemandangan yang paling kami kagumi daripada wajah beliau
manakala kami memasukkan tanah ke kubur beliau.”
Rasulullah berdoa untuk Anas bin Malik lebih dari sekali.
5. Berumur Panjang, Banyak Keturunan dan Harta
Di antara doa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuknya:
“Ya Allah, limpahkanlah harta dan anak kepadanya, berkahilah dia padanya. “
Allah Ta’ala mengabulkan
doa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Anas radhiyallahu ‘anhu menjadi
orang Anshar yang paling banyak hartanya, paling banyak keturunannya,
sampai-sampai dia melihat anak-anak dan keturunannya melebihi angka
seratus.
Allah Ta’ala memberkahi umurnya sehingga dia hidup selama 103 tahun.
Anas sangat berharap
mendapatkan syafaat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di hari Kiamat,
Anas sering berkata, “Sesungguhnya aku berharap bisa bertemu Rasulullah
di hari Kiamat, lalu aku berkata kepada beliau, Aku adalah pelayan
kecilmu, Unais.”
Ketika Anas sakit yang
dalam sakitnya ini dia meninggal, dia berkata kepada keluarganya,
“Talqinlah aku dengan La Ilaha Illallah, Muhammadur Rasulullah.” Maka
Anas senantiasa mengucapkannya sampai dia meninggal.
Anas radhiyallahu ‘anhu
mewasiatkan agar mengubur tongkat kecil milik Rasulullah bersamanya,
maka tongkat itu diletakkan di sampingnya.
Selamat untuk Anas bin
Malik al-Anshari radhiyallahu ‘anhu yang telah mendapatkan limpahan
kebaikan dari Allah Ta’ala. Dia hidup dalam bimbingan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam yang agung selama sepuluh tahun sempurna.
Dia adalah orang ketiga setelah Abu Hurairah dan Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhum dalam meriwayatkan hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Semoga Allah membalasnya
dan membalas ibunya atas apa yang dia berikan untuk islam dan kaum
muslimin dengan sebaik-baik balasan. [3]
ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻭَﺑِﺤَﻤْﺪِﻙَ ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺇِﻟﻪَ ﺇِﻻَّ ﺃَﻧْﺖَ ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُﻙَ ﻭَﺃَﺗُﻮْﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻚ
“Maha
suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada
Tuhan melainkan Engkau. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”
0 on: "Kisah Anas bin Malik; Ahli Hadits Selain Abu Hurairah dan Ibnu Umar"