PetikHikmah - Alkisah, di sebuah negeri, ada seorang saudagar kaya raya. Ia adalah
pemilik restoran terkenal dan terbaik yang pernah ada pada masa
tersebut. Selain rasanya khas, makanannya sangat lezat, dan pelayanannya
pun sangat memuaskan siapa saja yang datang ke sana.
Berkat restoran itu pula, sang saudagar mendapat banyak rezeki. Meski
usahanya menjadi berkembang ke berbagai bidang, namun restoran itulah
yang menjadi urat nadi usaha yang sangat dijaganya. Karena itu, karena
tak memiliki keturunan, di usianya yang sudah makin tua, ia ingin
mewariskan usaha itu pada orang terpilih yang nanti akan dipercaya untuk
menjalankan usahanya itu. Ia nanti akan menyerahkan usaha itu kepada
orang yang terbaik, dengan syarat separuh hasil yang didapat, harus
disumbangkan kepada kaum yang tak berpunya.
Beberapa saat sang saudagar memikirkan cara untuk memilih orang
tersebut. Hingga, suatu kali, ia ngundang 80 orang yang dianggap terbaik
di daerahnya. Kepada 80 orang tersebut, ia menyajikan hidangan terbaik
untuk makan malam di restorannya. Saat ke-80 orang tersebut berdatangan memenuhi undangannya, banyak
wajah-wajah berharap, mereka yang akan terpilih mewarisi kekayaan sang
saudagar. Begitu pun sang saudagar, ia berharap bisa memilih orang
terbaik yang bisa mewarisi usahanya. Setelah berbasa-basi sejenak, ke-80
orang itu lantas dipersilakan duduk untuk menyantap hidangan makan
malam. Uniknya, ada 20 meja kotak yang disediakan, dengan sumpit yang sangat
panjang di masing-masing meja. Karena itu, saat mulai dipersilakan
makan, hampir semua orang yang sudah tak sabar merasakan kelezatan
makanan dari restoran sangat terkenal itu pun kerepotan.
Sang saudagar lantas berkeliling ke semua meja makan. Ia melihat
hingga meja ke-19 tak ada satu pun yang berhasil menyantap makanan yang
dihidangkan. Sebab, mereka berlomba-lomba makan dengan sumpit sangat
panjang tersebut. Hingga akhirnya, tepat di meja ke-20, saudagar pun
tersenyum. Di meja tersebut, empat orang tampak menikmati hidangan
dengan satu sama lain saling menyuapi. Memang, sumpit yang disediakan
sangat panjang, sehingga mereka bisa menyuapi orang di dekatnya, dan
sebaliknya. Maka, hingga acara hampir selesai, hanya mereka berempatlah
yang kenyang. Sementara, yang lain tak bisa menikmati hidangan karena
berusaha sendiri-sendiri untuk segera menyantap makanan lezat tersebut.
Kisah tersebut mengajarkan kepada kita, bahwa untuk bisa meraih
sesuatu, kita seharusnya memulai dengan “melayani”. Kita tak boleh
serakah, tamak, atau hanya mementingkan kepentingan diri sendiri.
Seperti yang tergambar dalam kisah tersebut, hanya mereka yang mau
“berkorban” dengan memberi makanan kepada yang lain, maka ia yang akan
bisa ikut makan dengan kenyang. Sementara, orang lain sibuk mencari cara
bagaimana bisa segera menyantap hidangan, justru kerepotan karena tak
tahu “cara” yang tepat untuk memakan hidangan tersebut.
Sudah kita dapati, begitu banyak orang yang menjadi sumber berita
karena kelakuannya. Mulai dari korupsi, hingga berbagai hal lain yang
intinya, menjadikan harta sebagai hal yang utama.
Uang dan harta memang penting. Namun, ada banyak hal penting lain
yang juga harus menjadi perhatian utama kita. Bagaimana kita bersikap,
bagaimana kita membantu orang lain, bagaimana kita menemukan
keseimbangan dalam hidup, sehingga kebahagiaan bisa kita peroleh. Harta
adalah sarana. Kita adalah manusia. Karena itu, mari jadikan “sarana”
tersebut sebagai bagian dari kehidupan kita, namun jangan sampai
menjadikannya sebagai hal yang membelenggu kita.
Mari, jadikan hidup lebih berarti. Dengan mau peduli dan berbagi, harta dan uang kita akan jauh lebih memiliki arti.
0 on: "Ketamakan"