Petik Hikmah - Banyak orang yang memilih Islam karena merasa lebih rasional dan lebih 
cocok dengan hati nuraninya, tetapi tidak sedikit pula yang memilih 
Islam karena terpaksa, tidak ada pilihan lain, “ikut-ikutan” pada 
pilihan orangtua yang sudah Islam lebih dulu. Walaupun mengikuti tradisi
 (asal tradisi yang baik) akan berdampak yang baik juga, namun karena 
Allah SWT sudah memberikan potensi akal dan nurani kepada manusia, maka 
akan lebih baik jika kedua potensi tersebut disyukuri dengan cara 
memaksimalkan penggunaanya sesuai keinginan Sang Maha Pemberi dan 
Pengatur, yakni Allah SWT.
     
Tulisan ini mencoba memaparkan kenapa Islam harus dijadikan sebagai 
pilihan hidup. Namun sebelum membahas persoalan kenapa Islam yang harus 
dipilih, maka terlebih dahulu akan dijelaskan makna Islam.
     
Secara bahasa, اسلام berasal dari kata سَلَم  /سِلْم  yang berarti 
selamat (as-salām), damai dan tentram, (al-shulhu wa al-amān), berserah 
diri (al-istislām), tunduk (al-khudlū’/al-id’zān),  patuh (al-thā’ah). 
Jadi, Islam berarti keselamatan dan kedamaian karena berserah diri hanya
 kepada Allah SWT yang tidak ada Tuhan selain Dia. Sedangkan Islam 
menurut istilah adalah dīn atau agama yang bersumber dari Allah SWT yang
 di bawah melalui para Rasul-Nya, sejak Nabi pertama: Adam as hingga 
Nabi terakhir: Muhammad saw untuk kemaslahatan manusia di dunia dan di 
akihirat. 
     
Namun karena agama - agama samawi (langit) sudah dirubah oleh manusia 
sehingga tidak orisinil lagi maka istilah Islām hanya ditujukan kepada 
apa yang dibawah oleh Nabi Muhammad saw yakni sesuatu yang ditrunkan 
Allah SWT di dalam Al-Qur’an dan al-Sunnah yang sahih berupa aturan yang
 berisi perintah, larangan dan petunjuk untuk kemasalahatan manusia di 
dunia maupun di akhirat kelak. (Lihat himpunan Putusan Tarjih 
Muhammadiyah, Kitab Masalah Lima, hlm 278).
     
Bagi orang yang beriman dan berbekal(berilmu), tentu ada alasan kenapa Allah SWT sampai menegaskan:
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ 
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam” (Q.S. Ali Imran/3: 119 )
Di antara alasan kenapa Islam satu-satunya yang dianggap sebagai dīn di 
sisi Allah SWT sehingga pantas dijadikan sebagai pilihan hidup adalah 
karena:
1.      Islam adalah ajaran Rabbāniyyah (Ketuhanan)
     
Islam yang berpedoman pada Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah saw dirancang
 oleh Allah SWT untuk mengatur hidup manusia demi terciptanya 
kemaslahatan hidup di dunia maupun diakhirat. Tetapi mustahil hal ini 
dapat dicapai tanpa memperbaiki hubungan dengan Allah SWT karena 
akhirnya seluruh manusia akan kembali dan menuju kepada-Nya. Allah SWT 
berfirman:
يَاأَيُّهَا الْإِنْسَانُ إِنَّكَ كَادِحٌ إِلَى رَبِّكَ كَدْحًا فَمُلَاقِيهِ
“Hai manusia, Sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh - sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya” (Q.S. Al-Insyiqaq/84: 6). 
     
Untuk menuju kepada Allah SWT, maka manhaj (metode) yang digunakan 
haruslah menhaj rabbāni yang murni bersumber dari Allah SWT yang 
dirisalahkan kepada Rasul-Nya yang terakhir: Nabi Muhammad saw. Murni 
yang dimaksud di sini adalah ajaran Islam selamat dari penyimpangan dan 
percampuradukan dengan spekulasi-spekulasi pemikiran manusia, yakni 
murni sumbernya, murni aqidahnya dan murni syari’atnya. Allah SWT telah 
menjamin kemurnian sumber ajaran-Nya:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya” (Q.S. Al-Hijr/15: 9).
     
Hanya Al-Qur’an satu-satunya Kitab Suci dari Allah SWT yang masih 
terpelihara dari perbuatan akibat ulah “jahil” manusia. Kesucian 
Al-Qur’an dapat terjaga karena memang ada jaminan penjagaan dari Allah 
SWT. Siapapun -termasuk Nabi seklipun- tidak memiliki wewenang dan 
kemampuan membuat Al-Qur’an. Allah SWT mengancam Nabi jika berani 
memalsukan Al-Qur’an. Allah SWT berfirman: “Ia adalah wahyu yang 
diturunkan dari Tuhan semesta alam. Seandainya Dia (Muhammad) Mengadakan
 sebagian Perkataan atas (nama) Kami, niscaya benar-benar Kami pegang 
Dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali 
jantungnya” (Q.S. Al-Haaqqah/68: 43-46) 
2.     Islam adalah ajaran Insaniyyah
     
Jika kita merenungkan aya-ayat yang terdapat dalam Al-Qur’an, memikirkan
 tema-temanya dan fokus perhatiannya, maka kita akan berkesimpulan bahwa
 Al-Qur’an itu diturunkan sebagai pedoman hidup untuk manusia. Itulah 
sebabnya penyebutan manusia di dalam Al-Qur’an disebut berulang kali 
dengan berbagai istilah seperti: al-Insān sebnyak 63 kali, al-Nās 
sebanyak 240 kali, Bani Adam sebanyak 6 kali, dan basyar sebanyak 25 
kali. Dalam ayat Al-Qur’an yang pertama kali turun saja (Q.S. Al-Alaq: 
1-5) kata al-insān di sebut 2 kali.
     
Selain itu, sosok Nabi yang dikirmkan Allah SWT sebagai teladan dan 
pemberi kabar untuk umat manusia dari kalangan manusia. Perjalanan 
hidupnya (biografinya) tercatat dalam sejarah ummat manusia, yang 
menunjukkan keberdaanya tak terbantahkan oleh sejarah. Dalam banyak 
kesempatan, Al-Qur’an selalu memperkuat unsur kemanusian Nabi Muhammad 
saw, seperti:
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ 
يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو 
لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ
 رَبِّهِ أَحَدًا 
“Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang 
diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan 
yang Esa". 
(Q.S. Al-Kahfi/18: 110).
     
Karena Nabi Muhammad saw juga manusia biasa, maka Beliau pantas menjadi teladan bagi semua manusia. (Qs. Al-Ahzab/33: 21).
     
Hal yang lain adalah rangkaian ibdah mahdlah yang hanya berhubungan 
langsung dengan tuhan, ternyata selalu dikaitkan dengan perhatian 
terhadap aspek kemanusiaan dan sosial kemasyarakatan. Hal ini bisa kita 
lihat pada kewajiban shalat yang dikaikan dengan pencegahan  terhadap 
perbuatan keji dan munkar (Q.S Al-Ankabut/29: 45), atau kecelakaan bagi 
orang yang shalat tapi hanya sekedar formalitas belaka dan enggan 
memberikan bantuan (Q.S. Al-Maun/107: 4-7). 
     
Demikian pula kewajiban zakat / shadaqah yang di samping bertujuan untuk
 penyucian jiwa dan harta, juga sekaligus untuk menggembirakan orang 
lain dengan membebaskan/meringankan penderitaan orang lain dari himpitan
 kefakiran. Ibadat puasa dan hajipun di samping berdimensi ketuhanan 
juga sekaligus berdimensi kemanusiaan.
     
Ini menunjukkan bahwa Islam yang bersumberkan Al-Qur’an dan al-Sunnah 
benar-benar ditujukan untuk manusia sehingga ajarannya disesuaikan 
dengna fitrah dan kemampuan manusia. Karena Allah SWT Maha Pencipta dan 
Maha Mengetahui detail keadaan ciptaan-Nya, sehingga dīn al-Islām 
sebagai syariat/aturan Allah SWT untuk manusia disesuaikan dengan 
keadaan hamba-Nya.
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” 
(Q.S. Al-Baqarah/2: 286).
     
Islam mengakui adanya nafsu sex yang dimiliki manusia tetapi bukan untuk
 dikekang seperti para romo/pastur dan biksu yang tidak menikah (Q.S. 
Al-Hadid/57: 27 dan mereka 
mengada-adakan rahbāniyyah), dan bukan pula untuk diumbar secara secara 
bebas seperti kaum hedonis. Tetapi nafsu haruslah dikuasai agar bisa 
dikendalikan dan disalurkan di tempat yang dibenarkan Syar’i, dan bukan 
sebaliknya, nafsulah yang mengendalikan kita.
     
Sebagai agama fitrah, Islam pun menyadari bahwa sebagian manusia 
menyenangi perhiasan dan membolehknanya untuk dimanfaatkan selama 
poporsional dan tidak berlebihan dalam timbangan agama (Q.S. 7: 31-32). 
    Sebelum dunia mengenal HAM, 14 abad yang silam, Islam datang dengan 
mendeklarasikan bahwa manusia mempunyai hak yang harus dijaga, 
sebagaimana dia mengemban kewajiban yang harus dilaksanakan (lihat juga 
inti Piagam madinah). Di antara hak tersebut antara lain: 
a.     Hak hidup manusia
     
Islam memandang hidup sebagai karunia dari Allah SWT di mana tidak ada 
seorang yang boleh merampasnya. Seorang tuan tidak boleh mermpas hak 
hidup budaknya, pemerintah tidak boleh merampas hak hidup rakyatnya, dan
 orang tua tidak boleh merampas hak hidup anaknya. Oleh karenanya, Allah
 SWT melarang membunuh anak wanita karena malu (Q.S. At-Takwir/81: 8-9) 
dan membunuh anak karena takut miskin (Q.S. Al-Isra’/17: 31).
     
Dalam hak hidup, Islam tidak membedakan antara orang yang merdeka atau 
budak, bahkan sampai pada janin yang masih ada dalam kandungan mempunyai
 hak untuk dihormati, tidak boleh digugurkan, meskipun dia dari hasil 
perbuatan haram. Dalam rangka menjaga kelangsungan hidup umat manusia, 
Islam mensyri’atkan hukum qhishāsh bagi orang yang membunuh dengan 
secara sengaja, tanpa alasan dan prosedur yang benar. Allah berfirman:
وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَاأُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Dan dalam qishāsh itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai 
orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.”
 (Q.S. Al-Baqarah/2 : 
179).
     Di sini Islam lebih memilih mengorbankan seseorang yang memang bersalah 
(karena membunuh) agar orang banyak bisa lebih aman karena terlindungi 
hak hidupnya dan agar mereka bisa mengambil pelajaran supaya tidak 
dengan gampang merampas hak hidup orang lain.
     
Penghormatan kepada hak hidup setiaap insan lebih dipertegas lagi oleh Allah dalam firman-Nya:
مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ
 فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ 
أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا 
“Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu 
(membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, 
Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya. Barangsiapa yang
 memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seakan-akan Dia telah 
memelihara kehidupan manusia seluruhnya.” 
(Q.S. Al-Maidah/5: 32).
b.    Hak meyakini sebuah agama dan melaksanakan ibadah sesuai dengan agama yang diyakininya.
     
Meskipun Islam diyakini sebagai satu-satunya dīn yang paling benar dan 
diridhai oleh Allah SWT, namun dalam menyampaikan Islam, tidak boleh 
dengan pemaksaan  لا اكراه في الدينtidak ada paksaan untuk (memasuki) 
agama (Islam) Q.S. Al-Baqarah/2: 256(. Oleh karenanya, keyakinan pada 
suatu agama dan pelaksanaan ritual keagamaanya harus berjalan 
sendiri-sendiri tanpa ada tekanan dari pihak manapun “bagimu agamamu dan
 bagiku agamaku” (Q.S. Al-Kafirun/109: 6). Bahkan jika mayoritas umat 
Islam berkuasa di suatu wilayah, mereka diwajibkan memberikan 
perlindungan kepada pelaksanaan ibadah agama lain. Hal ini didasarkan 
pada firman Allah SWT:
وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ 
بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ 
وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيرًا 
“Sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan 
sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, 
gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang 
di dalamnya banyak disebut nama Allah” (Q.S. Al-Hajj/22: 40).
     
Hal inilah yang kemudian mengilhami munculnya Piagam Madinah yang 
disusun oleh Nabi saw bersama para sahabatnya yang berisi deklarasi hak 
asasi manusia. Inti Piagam Madinah tersebut adalah masing-masing merdeka
 mengerjakan agamanya dan tidak boleh saling mengganggu, serta wajib 
saling menjaga dan membantu keamanan antara mereka.
c.     Hak kemuliaan dan penjagaan kehormatan
  
Islam mengharamkan menginjak-nginjak kehormatan manusia sebagaimana 
mengharamkan darah dan harta benda. Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya 
Allah telah mengharamkan kepada kalian darah, kehormatan dan harta 
kalian.” (H.R. Bukhari Muslim).
     
Untuk itu manusia tidak boleh disakiti baik secara fisik maupun 
nonfisik, misalnya dengan mempermalukan/merendahkan harga dirinya, 
mengumpat, mencela, memberikan gelar yang jelek, ghibah dan semacamnya. 
(Q.S. Al-Hujurat/49: 11-12). 
d.    Hak hidup berkecukupan
     
Di dalam ajaran Islam, jika ada seorang muslim memilik pendapatan tidak 
memadai, maka kerabat yang berkecukupan berkewajiban untuk membantunya. 
Allah SWT berfirman: orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu 
sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan 
kerabat) di dalam kitab Allah.  (Q.S. Al-Anfal/7: 75).
    
Jika tidak ada kerabat yang berkecukupan, maka harus diambil dari zakat 
kaum muslimin yang lain, sampai tercukupi kebutuhan hidupnya. Kata Umar 
ra. : اذا اعطيتكم فاغنوا (jika anda memberi, maka cukupkanlah). 
3.    Islam adalah Ajaran Universal
     
Islam itu universal (syumūl) yang meliputi semua zaman, kehidupan dan 
eksistensi manusia. Islam adalah risalah semua zaman. Islam adalah 
risalah yang dibawa para nabi sejak Nabi Adam as. Sampai nabi terkahir 
yakni Nabi Muhammad saw. Yang misinya adalah menyerukan kepada 
tauhidullah dan menjauhi thagut. Allah SWT berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ 
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk 
menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghutitu." (Q.S. Al-Nahl/16: 36).
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ
“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu melainkan Kami
 wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan 
Aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku". (Q.S. Al-Anbiya/21: 25).
     
Pernyataan para Nabi bahwa mereka semua muslim bisa dilihat antara lain 
dalam Q.S. Yunus/10: 72, 84, Al-Baqarah/2: 128, 132, Yusuf/12: 101, 
Al-A’raf: 126, An-Naml/16: 31, Ali Imran/3 :52 dan lain-lain.
Islam adalah risalah bagi seluruh alam semesta
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً 
لِلْعَالَمِينَ  قُلْ إِنَّمَا يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ 
وَاحِدٌ فَهَلْ أَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
“Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi 
semesta alam. Katakanlah: "Sesungguhnya yang diwahyukan kepadaku adalah:
 "Bahwasanya Tuhanmu adalah Tuhan yang Esa. Maka hendaklah kamu berserah
 diri (kepada-Nya)". 
(Q.S. Al-Ambiya/21: 107-108).
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ 
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia 
seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi 
peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui” (Q.S. Saba’/34: 28) 
     
Bahkan dalam Q.S. Al-Furqan/25: 1 dan Shad/38: 87 dikatakan bahwa Al-Qur’an sebagai peringatan bagi seluruh alam semesta.
    
Islam adalah agama dalam seluruh fase dan sektor kehidupan. Islam 
mengatur fase kehidupan manusia dari sebelum lahir, masa bayi, 
kanak-kanak, remaja, tua, bahkan setelah ia meninggal dunia. Tidak ada 
jenjang kehidupan yang berlalu begitu saja, kecuali Islam mempunyai 
bimbingan, arahan dan ketentuan di dalamnya. Demikian pula Islam 
merupakan risalah bagi manusia pada seluruh sektor kehidupan dan segala 
aktvitas kemanusiaanya, baik yang bersifat material ataupun spiritual, 
individu ataupun sosial, dan gagasan ataupun operasional. 
     
Islam menolak pemisahan kehidupan menjadi dua bagian (dikatomi). Konsep 
dikatomi ini awalnya berasal dari tokoh-tokoh nasrani yang menyandarkan 
statemenya kepada injil mereka, “ Berikanlah apa yang menjadi hak milik 
kaisar  kepada kaisar, dan berikanlah apa yang menjadi hak milik Allah 
SWT kepada Allah SWT.” Penolakan Islam didasarkan pada argumentasi bahwa
 Islam menjadikan seluruh alam semesta beserta isinnya adalah mutlak 
milik Allah SWT. Allah SWT Berfirman:
أَلَا إِنَّ لِلَّهِ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ 
“ Ingatlah, Sesungguhnya kepunyaan Allah semua yang ada di langit dan semua yang ada di bumi. (Q.S. Yunus/10: 66)
وَلَهُ أَسْلَمَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ
“ . . . Padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di 
langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada 
Allahlah mereka dikembalikan.” (Q.S. Ali Imran/3: 83).
     
Oleh karenanya, Islam tidak memisahkan persoalan politik, negara, ekonomi dengan sistem dan akhlak Islam.
      
Oleh karena Islam yang dibawah oleh Nabi Muhammad saw, diturunkan untuk 
seluruh manusia dalam semua rentan waktu dan tempat (Q.S. Al-Anbiya’/21:
 107), maka Islam secara otomatis mencakup segala aspek/bidang 
kehidupan, kapanpun dan dimanapun. Tidak ada aspek kehidupan yang 
dilupakan dalam Islam. Allah SWT berfirman:
مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ
“Tiadalah Kami alpakan sesuatupun di dalam Al-Kitab”
 (Q.S. Al-An’am/6: 38).
Di sini akan dijelaskan secara singkat tentang universalitas aspek ajaran islam:
a.     Syumūliyah (universalitas) Aqidah Islam
     
Aqidah Islam bersifat universal karena mampu menjelaskan secara tuntas 
dan utuh terhadap seluruh masalah besar dalam persoalan kehidupan 
manusia, seperti masalah uluhiyyah (ketuhanan), alam semesta, manusia, 
nubuwwah (kenabian) dan tempat kembali (akhirat).
     
Aqidah Islam bersifat universal karena tidak pernah membagi manusia di 
antara dua tuhan, yakni: Tuhan kebaikan dan cahaya, dengan Tuhan 
kejahatan dan kegelapan seperti dalam agama Majusi. Atau tidak membagi 
manusia di antara Allah SWT dan setan yang dalam injil deiknal dengan 
sitilah “Pemimpin alam” dan “Tuhan kehidupan” dimana setan mempunyai 
kerajaan dunia sedang Allah SWT mempunyai kerjaan langit. Dalam Islam, 
setan tidak mempunyai kuasa terhadap manusia kecuali kekuatan menggoda, 
merayu dan menyeru kepada kejahatan dan kesesatan. Pengakuan syaitan 
sebagaimana digambarkan Allah SWT dalam Al-Qur’an:
وَمَا كَانَ لِيَ عَلَيْكُمْ مِنْ سُلْطَانٍ إِلَّا أَنْ دَعَوْتُكُمْ فَاسْتَجَبْتُمْ لِي
“Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) 
aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku.” 
(Q.S. Ibrahim/14: 22).
إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ سُلْطَانٌ عَلَى 
الَّذِينَ آمَنُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ إِنَّمَا سُلْطَانُهُ 
عَلَى الَّذِينَ يَتَوَلَّوْنَهُ وَالَّذِينَ هُمْ بِهِ مُشْرِكُونَ
“Sesungguhnya syaitan itu tidak ada kekuasaanNya atas orang-orang yang 
beriman dan bertawakkal kepada Tuhannya. Sesungguhnya kekuasaanNya 
(syaitan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya Jadi pemimpin dan 
atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah” 
(Q.S. al-Nahl/16:
 99-100).
     
Aqidah Islam bersifat universal karena ia tidak hanya 
disandarkan pada instink atau perasaan semata sebagaimana 
filsafat-filsafat ketimuran dan aliran-aliran tasawuf, atau pada rasio 
akal pikiran semata sebagaimana filsafat-filsafat kemanusiaan yang 
menjadikan akal pikiran sebagai satu-satunya media untuk mengenal Allah 
SWT atau media untuk memecahkan berbagai persoalan kehidupan, tetapi 
Aqidah Islam disandarkan pada akal dan hati nurani secara bersamaan.
Aqidah Islam bersifat universal karena merupakan Aqidah yang utuh, tidak
 mengenal pemilah-pemilah. Seorang baru dikatakn mu’min bila ia 
mengimani Allah dan segala aspek yang datang dari-Nya. Allah SWT 
berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِاللَّهِ 
وَرُسُلِهِ وَيُرِيدُونَ أَنْ يُفَرِّقُوا بَيْنَ اللَّهِ وَرُسُلِهِ 
وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ وَيُرِيدُونَ أَنْ 
يَتَّخِذُوا بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا أُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ حَقًّا 
وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا 
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan 
rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan[373] antara (keimanan 
kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: "Kami beriman 
kepada yang sebahagian dan Kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)", 
serta bermaksud (dengan Perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di 
antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir
 sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir 
itu siksaan yang menghinakan” (Q.S. Al-Nisa/4: 150-151) 
b.     Syumūliyah (universalitas) Syariat Islam (Ibadah dan Mu’Amalat)
     
Syari’at Islam mencakup tata aturan bagi individu, keluarga, sosial 
kemasayarakatan, negara dan hubungan international. Ibadah Islam dalam 
arti luas mencakup seluruh aspek keberadaan manusia. Seseorang muslim 
tidak beribadah kepada Allah SWT hanya dengan lisannya saja, atau 
anggota badannya saja, atau hatinya saja tanpa mengikutsertakan akal dan
 indranya. Tetapi dia beribadat dengan semuanya. Dengan hatinya dia 
berharap dan takut, dengan lisanya dia berdzikir dan berdo’a, dengan 
badannya dia shalat, puasa dan berjihad, dengan akalnya dia berfikir dan
 merenung, dan dengan indranya dia pergunakan sesuai dengan kehendak 
Allah SWT. 
c.      Syumūliyyah (universalitas) Akhlaq Islam
     
Akhlak Islam menjangkau seluruh aspek kehidupan manusia tanpa 
terkecuali, baik itu yang bersifat rohani maupun jasmani, intelektual 
atau instink, individual atau sosial, dan lain-lain. Cakupan pembahasan 
akhlak Islam bisa dilihat sebagai berikut:
     
Yang berkenan dengan individu dalam semua seginya, seperti: kebutuhan 
jasmani dan keterbatasanya (Q.S. 7: 31), potensi akal untuk menalar 
kejadian sekitarnya (Q.S. 10: 101), jiwa yang mempunya potensi suci dan 
kotor (Q.S. Al-Syams: 9-10).
     
Aklak Islam yang berkaitan dengan kehidupan keluarga, seperti: hubungan 
antara suami istri (Q.S. 4: 19), hubungan dan tanggung jawab antara 
orang tua (Q.S. 17: 31) dan anak (Q.S. 46: 15), dan hubungan antar 
kerabat (Q.S. 16 dan 17: 26).
     
Yang berkaitan dengan kemasayarakatan dan kenegaraan, seperti: adab 
bertamu (Q.S. 24: 27) dan menerima tamu (HR. Bukhari Muslim), etika 
melakukan transaksi jual-beli (Q.S. Al-Muthaffifin: 1-3) atau utang 
piutang (Q.S. 2: 282), politik dan pemerintahan 
(Q.S. 4: 58).
    
Yang berkaitan dengan akhlak terhadap makhluk Allah SWT yang lain, 
seperti akhlak terhadap hewan (Q.S. 6: 38), tumbuhan dan lingkungan 
lainnya
 (Q.S 30: 41). 
4.     Islam adalah Ajaran yang Moderat (wasthiyyah)/seimbang (tawazun)
      
Yang dimaksud dengan moderat atau seimbang di sini adalah keseimbangan 
anatara dua hal yang saling berhadapan, di mana salah satu dari dua hal 
yang saling berhadapan, di mana salah satu dari keduanya tidak bisa 
berpengaruh dengan sendirinya dengan mengabaikan yang lain. Contoh dua 
hal yang saling brhadapan adalah antara: ruhiyyah (sipiritualisme) 
dengan maddiyah (materealisme), fardiyyah (individu) dengan jama’iyyah 
(kolektif), Waqi’iyyah (kontekstual) dengan mitsaliyyah (idealisme), dan
 antara tsabat (konsisten) dengan tathawwur (perubahan).
Penciptaan alam semesta beserta isinya adalah fenomena tawazun. Allah berfirman:
إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.”
(Q.S. Al-Qamar/54:49)
لَهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيرًا
“Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” (Q.S. Al-Furqan/25: 2).
الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ 
طِبَاقًا مَا تَرَى فِي خَلْقِ الرَّحْمَنِ مِنْ تَفَاوُتٍ فَارْجِعِ 
الْبَصَرَ هَلْ تَرَى مِنْ فُطُورٍ
“Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah 
sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, Adakah kamu 
Lihat sesuatu yang tidak seimbang?” (Q.S. Al-Mulk/67: 3)
Alwatsiyyah dalam Ajaran Islam
     
Dalam hal keyakinan, Islam adalah agama yang bukan dianut oleh kaum 
khurafat (yang berlebihan dalam keyakinan sehingga mempercayai sesuatu 
tanpa dalil) dan bukan pula oleh kaum maddiyyin (yang mengingkari segala
 sesuatu yang tidak dapat terjangkau oleh indra), tetapi Islam mengajak 
keyakinan apabila keyakinan itu memiliki dalil yang pasti dan kuat. 
(Q.S. 2: 111). Islam bukan bukan dianut oleh kaum atheis (sama sekali 
tidak percaya adanya Tuhan) dan bukan pula kaum polytheis (meyakini 
banyak Tuhan), tetapi Islam mengajak beriman pada Tuhan Yang Satu, Yang 
Maha Agung, Tidak ada sekutu baginya, Tidak beranak, dan tidak 
diperanakkan.
     
Dalam Ibadat dan syariat, Islam bukanlah agama yang hanya mementingkan 
sisi ibadah ritual dn menjauhi hal-hl yang bersifat kebutuhan manusiawi 
duniawi. Contoh yang sangat jelas seperi disebutkan dalam Q.S 
Al-Jumuah/62: 9-10.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا 
نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ 
اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ 
تَعْلَمُونَ  فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ 
وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ
 تُفْلِحُونَ 
“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at,
 Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual 
beli. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. apabila 
telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan 
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu 
beruntung.”
     
Dalam sistem akhlak, Islam bukanlah agama yang menganggap manusia 
seperti malaikat, yang kemudian membuat aturan yang mustahi dapat 
dikerjakan oleh manusia, dan bukan pula menyamakan manusia dengan 
binatang yang kemudian membuat aturan tanpa aturan (bebas). Tetapi Islam
 memandang manusia sebagai Makhluk yang berakal memiliki petensi 
kebinatangan (nafsu syahwat dan instink)dan potensi kemalaikatan 
(spiritualis ruhani). Allah SWT berfirman:
وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا  فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا  قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا0
“Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan 
kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya 
beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan Sesungguhnya merugilah 
orang yang mengotorinya.” (Q.S. Al-Syams: 7-10)
     
Inilah beberapa Alasan kenapa Allah SWT menyatakan bahwa yang namanya 
agama menurut Allah hanyalah Islam. Republish dari tulisan Lembaga 
Keislaman Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
 




0 on: "Mengapa Memilih Islam? Bagaimana Jawaban Anda Sebagai Seorang Muslim? "