Petik Hikmah - Banyak orang yang memilih Islam karena merasa lebih rasional dan lebih
cocok dengan hati nuraninya, tetapi tidak sedikit pula yang memilih
Islam karena terpaksa, tidak ada pilihan lain, “ikut-ikutan” pada
pilihan orangtua yang sudah Islam lebih dulu. Walaupun mengikuti tradisi
(asal tradisi yang baik) akan berdampak yang baik juga, namun karena
Allah SWT sudah memberikan potensi akal dan nurani kepada manusia, maka
akan lebih baik jika kedua potensi tersebut disyukuri dengan cara
memaksimalkan penggunaanya sesuai keinginan Sang Maha Pemberi dan
Pengatur, yakni Allah SWT.
Tulisan ini mencoba memaparkan kenapa Islam harus dijadikan sebagai
pilihan hidup. Namun sebelum membahas persoalan kenapa Islam yang harus
dipilih, maka terlebih dahulu akan dijelaskan makna Islam.
Secara bahasa, اسلام berasal dari kata سَلَم /سِلْم yang berarti
selamat (as-salām), damai dan tentram, (al-shulhu wa al-amān), berserah
diri (al-istislām), tunduk (al-khudlū’/al-id’zān), patuh (al-thā’ah).
Jadi, Islam berarti keselamatan dan kedamaian karena berserah diri hanya
kepada Allah SWT yang tidak ada Tuhan selain Dia. Sedangkan Islam
menurut istilah adalah dīn atau agama yang bersumber dari Allah SWT yang
di bawah melalui para Rasul-Nya, sejak Nabi pertama: Adam as hingga
Nabi terakhir: Muhammad saw untuk kemaslahatan manusia di dunia dan di
akihirat.
Namun karena agama - agama samawi (langit) sudah dirubah oleh manusia
sehingga tidak orisinil lagi maka istilah Islām hanya ditujukan kepada
apa yang dibawah oleh Nabi Muhammad saw yakni sesuatu yang ditrunkan
Allah SWT di dalam Al-Qur’an dan al-Sunnah yang sahih berupa aturan yang
berisi perintah, larangan dan petunjuk untuk kemasalahatan manusia di
dunia maupun di akhirat kelak. (Lihat himpunan Putusan Tarjih
Muhammadiyah, Kitab Masalah Lima, hlm 278).
Bagi orang yang beriman dan berbekal(berilmu), tentu ada alasan kenapa Allah SWT sampai menegaskan:
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam” (Q.S. Ali Imran/3: 119 )
Di antara alasan kenapa Islam satu-satunya yang dianggap sebagai dīn di
sisi Allah SWT sehingga pantas dijadikan sebagai pilihan hidup adalah
karena:
1. Islam adalah ajaran Rabbāniyyah (Ketuhanan)
Islam yang berpedoman pada Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah saw dirancang
oleh Allah SWT untuk mengatur hidup manusia demi terciptanya
kemaslahatan hidup di dunia maupun diakhirat. Tetapi mustahil hal ini
dapat dicapai tanpa memperbaiki hubungan dengan Allah SWT karena
akhirnya seluruh manusia akan kembali dan menuju kepada-Nya. Allah SWT
berfirman:
يَاأَيُّهَا الْإِنْسَانُ إِنَّكَ كَادِحٌ إِلَى رَبِّكَ كَدْحًا فَمُلَاقِيهِ
“Hai manusia, Sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh - sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya” (Q.S. Al-Insyiqaq/84: 6).
Untuk menuju kepada Allah SWT, maka manhaj (metode) yang digunakan
haruslah menhaj rabbāni yang murni bersumber dari Allah SWT yang
dirisalahkan kepada Rasul-Nya yang terakhir: Nabi Muhammad saw. Murni
yang dimaksud di sini adalah ajaran Islam selamat dari penyimpangan dan
percampuradukan dengan spekulasi-spekulasi pemikiran manusia, yakni
murni sumbernya, murni aqidahnya dan murni syari’atnya. Allah SWT telah
menjamin kemurnian sumber ajaran-Nya:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya” (Q.S. Al-Hijr/15: 9).
Hanya Al-Qur’an satu-satunya Kitab Suci dari Allah SWT yang masih
terpelihara dari perbuatan akibat ulah “jahil” manusia. Kesucian
Al-Qur’an dapat terjaga karena memang ada jaminan penjagaan dari Allah
SWT. Siapapun -termasuk Nabi seklipun- tidak memiliki wewenang dan
kemampuan membuat Al-Qur’an. Allah SWT mengancam Nabi jika berani
memalsukan Al-Qur’an. Allah SWT berfirman: “Ia adalah wahyu yang
diturunkan dari Tuhan semesta alam. Seandainya Dia (Muhammad) Mengadakan
sebagian Perkataan atas (nama) Kami, niscaya benar-benar Kami pegang
Dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali
jantungnya” (Q.S. Al-Haaqqah/68: 43-46)
2. Islam adalah ajaran Insaniyyah
Jika kita merenungkan aya-ayat yang terdapat dalam Al-Qur’an, memikirkan
tema-temanya dan fokus perhatiannya, maka kita akan berkesimpulan bahwa
Al-Qur’an itu diturunkan sebagai pedoman hidup untuk manusia. Itulah
sebabnya penyebutan manusia di dalam Al-Qur’an disebut berulang kali
dengan berbagai istilah seperti: al-Insān sebnyak 63 kali, al-Nās
sebanyak 240 kali, Bani Adam sebanyak 6 kali, dan basyar sebanyak 25
kali. Dalam ayat Al-Qur’an yang pertama kali turun saja (Q.S. Al-Alaq:
1-5) kata al-insān di sebut 2 kali.
Selain itu, sosok Nabi yang dikirmkan Allah SWT sebagai teladan dan
pemberi kabar untuk umat manusia dari kalangan manusia. Perjalanan
hidupnya (biografinya) tercatat dalam sejarah ummat manusia, yang
menunjukkan keberdaanya tak terbantahkan oleh sejarah. Dalam banyak
kesempatan, Al-Qur’an selalu memperkuat unsur kemanusian Nabi Muhammad
saw, seperti:
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ
يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو
لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ
رَبِّهِ أَحَدًا
“Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang
diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan
yang Esa".
(Q.S. Al-Kahfi/18: 110).
Karena Nabi Muhammad saw juga manusia biasa, maka Beliau pantas menjadi teladan bagi semua manusia. (Qs. Al-Ahzab/33: 21).
Hal yang lain adalah rangkaian ibdah mahdlah yang hanya berhubungan
langsung dengan tuhan, ternyata selalu dikaitkan dengan perhatian
terhadap aspek kemanusiaan dan sosial kemasyarakatan. Hal ini bisa kita
lihat pada kewajiban shalat yang dikaikan dengan pencegahan terhadap
perbuatan keji dan munkar (Q.S Al-Ankabut/29: 45), atau kecelakaan bagi
orang yang shalat tapi hanya sekedar formalitas belaka dan enggan
memberikan bantuan (Q.S. Al-Maun/107: 4-7).
Demikian pula kewajiban zakat / shadaqah yang di samping bertujuan untuk
penyucian jiwa dan harta, juga sekaligus untuk menggembirakan orang
lain dengan membebaskan/meringankan penderitaan orang lain dari himpitan
kefakiran. Ibadat puasa dan hajipun di samping berdimensi ketuhanan
juga sekaligus berdimensi kemanusiaan.
Ini menunjukkan bahwa Islam yang bersumberkan Al-Qur’an dan al-Sunnah
benar-benar ditujukan untuk manusia sehingga ajarannya disesuaikan
dengna fitrah dan kemampuan manusia. Karena Allah SWT Maha Pencipta dan
Maha Mengetahui detail keadaan ciptaan-Nya, sehingga dīn al-Islām
sebagai syariat/aturan Allah SWT untuk manusia disesuaikan dengan
keadaan hamba-Nya.
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”
(Q.S. Al-Baqarah/2: 286).
Islam mengakui adanya nafsu sex yang dimiliki manusia tetapi bukan untuk
dikekang seperti para romo/pastur dan biksu yang tidak menikah (Q.S.
Al-Hadid/57: 27 dan mereka
mengada-adakan rahbāniyyah), dan bukan pula untuk diumbar secara secara
bebas seperti kaum hedonis. Tetapi nafsu haruslah dikuasai agar bisa
dikendalikan dan disalurkan di tempat yang dibenarkan Syar’i, dan bukan
sebaliknya, nafsulah yang mengendalikan kita.
Sebagai agama fitrah, Islam pun menyadari bahwa sebagian manusia
menyenangi perhiasan dan membolehknanya untuk dimanfaatkan selama
poporsional dan tidak berlebihan dalam timbangan agama (Q.S. 7: 31-32).
Sebelum dunia mengenal HAM, 14 abad yang silam, Islam datang dengan
mendeklarasikan bahwa manusia mempunyai hak yang harus dijaga,
sebagaimana dia mengemban kewajiban yang harus dilaksanakan (lihat juga
inti Piagam madinah). Di antara hak tersebut antara lain:
a. Hak hidup manusia
Islam memandang hidup sebagai karunia dari Allah SWT di mana tidak ada
seorang yang boleh merampasnya. Seorang tuan tidak boleh mermpas hak
hidup budaknya, pemerintah tidak boleh merampas hak hidup rakyatnya, dan
orang tua tidak boleh merampas hak hidup anaknya. Oleh karenanya, Allah
SWT melarang membunuh anak wanita karena malu (Q.S. At-Takwir/81: 8-9)
dan membunuh anak karena takut miskin (Q.S. Al-Isra’/17: 31).
Dalam hak hidup, Islam tidak membedakan antara orang yang merdeka atau
budak, bahkan sampai pada janin yang masih ada dalam kandungan mempunyai
hak untuk dihormati, tidak boleh digugurkan, meskipun dia dari hasil
perbuatan haram. Dalam rangka menjaga kelangsungan hidup umat manusia,
Islam mensyri’atkan hukum qhishāsh bagi orang yang membunuh dengan
secara sengaja, tanpa alasan dan prosedur yang benar. Allah berfirman:
وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَاأُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Dan dalam qishāsh itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai
orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.”
(Q.S. Al-Baqarah/2 :
179).
Di sini Islam lebih memilih mengorbankan seseorang yang memang bersalah
(karena membunuh) agar orang banyak bisa lebih aman karena terlindungi
hak hidupnya dan agar mereka bisa mengambil pelajaran supaya tidak
dengan gampang merampas hak hidup orang lain.
Penghormatan kepada hak hidup setiaap insan lebih dipertegas lagi oleh Allah dalam firman-Nya:
مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ
فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ
أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا
“Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu
(membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi,
Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya. Barangsiapa yang
memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seakan-akan Dia telah
memelihara kehidupan manusia seluruhnya.”
(Q.S. Al-Maidah/5: 32).
b. Hak meyakini sebuah agama dan melaksanakan ibadah sesuai dengan agama yang diyakininya.
Meskipun Islam diyakini sebagai satu-satunya dīn yang paling benar dan
diridhai oleh Allah SWT, namun dalam menyampaikan Islam, tidak boleh
dengan pemaksaan لا اكراه في الدينtidak ada paksaan untuk (memasuki)
agama (Islam) Q.S. Al-Baqarah/2: 256(. Oleh karenanya, keyakinan pada
suatu agama dan pelaksanaan ritual keagamaanya harus berjalan
sendiri-sendiri tanpa ada tekanan dari pihak manapun “bagimu agamamu dan
bagiku agamaku” (Q.S. Al-Kafirun/109: 6). Bahkan jika mayoritas umat
Islam berkuasa di suatu wilayah, mereka diwajibkan memberikan
perlindungan kepada pelaksanaan ibadah agama lain. Hal ini didasarkan
pada firman Allah SWT:
وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ
بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ
وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيرًا
“Sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan
sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani,
gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang
di dalamnya banyak disebut nama Allah” (Q.S. Al-Hajj/22: 40).
Hal inilah yang kemudian mengilhami munculnya Piagam Madinah yang
disusun oleh Nabi saw bersama para sahabatnya yang berisi deklarasi hak
asasi manusia. Inti Piagam Madinah tersebut adalah masing-masing merdeka
mengerjakan agamanya dan tidak boleh saling mengganggu, serta wajib
saling menjaga dan membantu keamanan antara mereka.
c. Hak kemuliaan dan penjagaan kehormatan
Islam mengharamkan menginjak-nginjak kehormatan manusia sebagaimana
mengharamkan darah dan harta benda. Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya
Allah telah mengharamkan kepada kalian darah, kehormatan dan harta
kalian.” (H.R. Bukhari Muslim).
Untuk itu manusia tidak boleh disakiti baik secara fisik maupun
nonfisik, misalnya dengan mempermalukan/merendahkan harga dirinya,
mengumpat, mencela, memberikan gelar yang jelek, ghibah dan semacamnya.
(Q.S. Al-Hujurat/49: 11-12).
d. Hak hidup berkecukupan
Di dalam ajaran Islam, jika ada seorang muslim memilik pendapatan tidak
memadai, maka kerabat yang berkecukupan berkewajiban untuk membantunya.
Allah SWT berfirman: orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu
sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan
kerabat) di dalam kitab Allah. (Q.S. Al-Anfal/7: 75).
Jika tidak ada kerabat yang berkecukupan, maka harus diambil dari zakat
kaum muslimin yang lain, sampai tercukupi kebutuhan hidupnya. Kata Umar
ra. : اذا اعطيتكم فاغنوا (jika anda memberi, maka cukupkanlah).
3. Islam adalah Ajaran Universal
Islam itu universal (syumūl) yang meliputi semua zaman, kehidupan dan
eksistensi manusia. Islam adalah risalah semua zaman. Islam adalah
risalah yang dibawa para nabi sejak Nabi Adam as. Sampai nabi terkahir
yakni Nabi Muhammad saw. Yang misinya adalah menyerukan kepada
tauhidullah dan menjauhi thagut. Allah SWT berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghutitu." (Q.S. Al-Nahl/16: 36).
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ
“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu melainkan Kami
wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan
Aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku". (Q.S. Al-Anbiya/21: 25).
Pernyataan para Nabi bahwa mereka semua muslim bisa dilihat antara lain
dalam Q.S. Yunus/10: 72, 84, Al-Baqarah/2: 128, 132, Yusuf/12: 101,
Al-A’raf: 126, An-Naml/16: 31, Ali Imran/3 :52 dan lain-lain.
Islam adalah risalah bagi seluruh alam semesta
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً
لِلْعَالَمِينَ قُلْ إِنَّمَا يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ
وَاحِدٌ فَهَلْ أَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
“Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam. Katakanlah: "Sesungguhnya yang diwahyukan kepadaku adalah:
"Bahwasanya Tuhanmu adalah Tuhan yang Esa. Maka hendaklah kamu berserah
diri (kepada-Nya)".
(Q.S. Al-Ambiya/21: 107-108).
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia
seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi
peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui” (Q.S. Saba’/34: 28)
Bahkan dalam Q.S. Al-Furqan/25: 1 dan Shad/38: 87 dikatakan bahwa Al-Qur’an sebagai peringatan bagi seluruh alam semesta.
Islam adalah agama dalam seluruh fase dan sektor kehidupan. Islam
mengatur fase kehidupan manusia dari sebelum lahir, masa bayi,
kanak-kanak, remaja, tua, bahkan setelah ia meninggal dunia. Tidak ada
jenjang kehidupan yang berlalu begitu saja, kecuali Islam mempunyai
bimbingan, arahan dan ketentuan di dalamnya. Demikian pula Islam
merupakan risalah bagi manusia pada seluruh sektor kehidupan dan segala
aktvitas kemanusiaanya, baik yang bersifat material ataupun spiritual,
individu ataupun sosial, dan gagasan ataupun operasional.
Islam menolak pemisahan kehidupan menjadi dua bagian (dikatomi). Konsep
dikatomi ini awalnya berasal dari tokoh-tokoh nasrani yang menyandarkan
statemenya kepada injil mereka, “ Berikanlah apa yang menjadi hak milik
kaisar kepada kaisar, dan berikanlah apa yang menjadi hak milik Allah
SWT kepada Allah SWT.” Penolakan Islam didasarkan pada argumentasi bahwa
Islam menjadikan seluruh alam semesta beserta isinnya adalah mutlak
milik Allah SWT. Allah SWT Berfirman:
أَلَا إِنَّ لِلَّهِ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ
“ Ingatlah, Sesungguhnya kepunyaan Allah semua yang ada di langit dan semua yang ada di bumi. (Q.S. Yunus/10: 66)
وَلَهُ أَسْلَمَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ
“ . . . Padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di
langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada
Allahlah mereka dikembalikan.” (Q.S. Ali Imran/3: 83).
Oleh karenanya, Islam tidak memisahkan persoalan politik, negara, ekonomi dengan sistem dan akhlak Islam.
Oleh karena Islam yang dibawah oleh Nabi Muhammad saw, diturunkan untuk
seluruh manusia dalam semua rentan waktu dan tempat (Q.S. Al-Anbiya’/21:
107), maka Islam secara otomatis mencakup segala aspek/bidang
kehidupan, kapanpun dan dimanapun. Tidak ada aspek kehidupan yang
dilupakan dalam Islam. Allah SWT berfirman:
مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ
“Tiadalah Kami alpakan sesuatupun di dalam Al-Kitab”
(Q.S. Al-An’am/6: 38).
Di sini akan dijelaskan secara singkat tentang universalitas aspek ajaran islam:
a. Syumūliyah (universalitas) Aqidah Islam
Aqidah Islam bersifat universal karena mampu menjelaskan secara tuntas
dan utuh terhadap seluruh masalah besar dalam persoalan kehidupan
manusia, seperti masalah uluhiyyah (ketuhanan), alam semesta, manusia,
nubuwwah (kenabian) dan tempat kembali (akhirat).
Aqidah Islam bersifat universal karena tidak pernah membagi manusia di
antara dua tuhan, yakni: Tuhan kebaikan dan cahaya, dengan Tuhan
kejahatan dan kegelapan seperti dalam agama Majusi. Atau tidak membagi
manusia di antara Allah SWT dan setan yang dalam injil deiknal dengan
sitilah “Pemimpin alam” dan “Tuhan kehidupan” dimana setan mempunyai
kerajaan dunia sedang Allah SWT mempunyai kerjaan langit. Dalam Islam,
setan tidak mempunyai kuasa terhadap manusia kecuali kekuatan menggoda,
merayu dan menyeru kepada kejahatan dan kesesatan. Pengakuan syaitan
sebagaimana digambarkan Allah SWT dalam Al-Qur’an:
وَمَا كَانَ لِيَ عَلَيْكُمْ مِنْ سُلْطَانٍ إِلَّا أَنْ دَعَوْتُكُمْ فَاسْتَجَبْتُمْ لِي
“Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar)
aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku.”
(Q.S. Ibrahim/14: 22).
إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ سُلْطَانٌ عَلَى
الَّذِينَ آمَنُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ إِنَّمَا سُلْطَانُهُ
عَلَى الَّذِينَ يَتَوَلَّوْنَهُ وَالَّذِينَ هُمْ بِهِ مُشْرِكُونَ
“Sesungguhnya syaitan itu tidak ada kekuasaanNya atas orang-orang yang
beriman dan bertawakkal kepada Tuhannya. Sesungguhnya kekuasaanNya
(syaitan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya Jadi pemimpin dan
atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah”
(Q.S. al-Nahl/16:
99-100).
Aqidah Islam bersifat universal karena ia tidak hanya
disandarkan pada instink atau perasaan semata sebagaimana
filsafat-filsafat ketimuran dan aliran-aliran tasawuf, atau pada rasio
akal pikiran semata sebagaimana filsafat-filsafat kemanusiaan yang
menjadikan akal pikiran sebagai satu-satunya media untuk mengenal Allah
SWT atau media untuk memecahkan berbagai persoalan kehidupan, tetapi
Aqidah Islam disandarkan pada akal dan hati nurani secara bersamaan.
Aqidah Islam bersifat universal karena merupakan Aqidah yang utuh, tidak
mengenal pemilah-pemilah. Seorang baru dikatakn mu’min bila ia
mengimani Allah dan segala aspek yang datang dari-Nya. Allah SWT
berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِاللَّهِ
وَرُسُلِهِ وَيُرِيدُونَ أَنْ يُفَرِّقُوا بَيْنَ اللَّهِ وَرُسُلِهِ
وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ وَيُرِيدُونَ أَنْ
يَتَّخِذُوا بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا أُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ حَقًّا
وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan
rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan[373] antara (keimanan
kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: "Kami beriman
kepada yang sebahagian dan Kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)",
serta bermaksud (dengan Perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di
antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir
sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir
itu siksaan yang menghinakan” (Q.S. Al-Nisa/4: 150-151)
b. Syumūliyah (universalitas) Syariat Islam (Ibadah dan Mu’Amalat)
Syari’at Islam mencakup tata aturan bagi individu, keluarga, sosial
kemasayarakatan, negara dan hubungan international. Ibadah Islam dalam
arti luas mencakup seluruh aspek keberadaan manusia. Seseorang muslim
tidak beribadah kepada Allah SWT hanya dengan lisannya saja, atau
anggota badannya saja, atau hatinya saja tanpa mengikutsertakan akal dan
indranya. Tetapi dia beribadat dengan semuanya. Dengan hatinya dia
berharap dan takut, dengan lisanya dia berdzikir dan berdo’a, dengan
badannya dia shalat, puasa dan berjihad, dengan akalnya dia berfikir dan
merenung, dan dengan indranya dia pergunakan sesuai dengan kehendak
Allah SWT.
c. Syumūliyyah (universalitas) Akhlaq Islam
Akhlak Islam menjangkau seluruh aspek kehidupan manusia tanpa
terkecuali, baik itu yang bersifat rohani maupun jasmani, intelektual
atau instink, individual atau sosial, dan lain-lain. Cakupan pembahasan
akhlak Islam bisa dilihat sebagai berikut:
Yang berkenan dengan individu dalam semua seginya, seperti: kebutuhan
jasmani dan keterbatasanya (Q.S. 7: 31), potensi akal untuk menalar
kejadian sekitarnya (Q.S. 10: 101), jiwa yang mempunya potensi suci dan
kotor (Q.S. Al-Syams: 9-10).
Aklak Islam yang berkaitan dengan kehidupan keluarga, seperti: hubungan
antara suami istri (Q.S. 4: 19), hubungan dan tanggung jawab antara
orang tua (Q.S. 17: 31) dan anak (Q.S. 46: 15), dan hubungan antar
kerabat (Q.S. 16 dan 17: 26).
Yang berkaitan dengan kemasayarakatan dan kenegaraan, seperti: adab
bertamu (Q.S. 24: 27) dan menerima tamu (HR. Bukhari Muslim), etika
melakukan transaksi jual-beli (Q.S. Al-Muthaffifin: 1-3) atau utang
piutang (Q.S. 2: 282), politik dan pemerintahan
(Q.S. 4: 58).
Yang berkaitan dengan akhlak terhadap makhluk Allah SWT yang lain,
seperti akhlak terhadap hewan (Q.S. 6: 38), tumbuhan dan lingkungan
lainnya
(Q.S 30: 41).
4. Islam adalah Ajaran yang Moderat (wasthiyyah)/seimbang (tawazun)
Yang dimaksud dengan moderat atau seimbang di sini adalah keseimbangan
anatara dua hal yang saling berhadapan, di mana salah satu dari dua hal
yang saling berhadapan, di mana salah satu dari keduanya tidak bisa
berpengaruh dengan sendirinya dengan mengabaikan yang lain. Contoh dua
hal yang saling brhadapan adalah antara: ruhiyyah (sipiritualisme)
dengan maddiyah (materealisme), fardiyyah (individu) dengan jama’iyyah
(kolektif), Waqi’iyyah (kontekstual) dengan mitsaliyyah (idealisme), dan
antara tsabat (konsisten) dengan tathawwur (perubahan).
Penciptaan alam semesta beserta isinya adalah fenomena tawazun. Allah berfirman:
إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.”
(Q.S. Al-Qamar/54:49)
لَهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيرًا
“Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” (Q.S. Al-Furqan/25: 2).
الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ
طِبَاقًا مَا تَرَى فِي خَلْقِ الرَّحْمَنِ مِنْ تَفَاوُتٍ فَارْجِعِ
الْبَصَرَ هَلْ تَرَى مِنْ فُطُورٍ
“Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah
sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, Adakah kamu
Lihat sesuatu yang tidak seimbang?” (Q.S. Al-Mulk/67: 3)
Alwatsiyyah dalam Ajaran Islam
Dalam hal keyakinan, Islam adalah agama yang bukan dianut oleh kaum
khurafat (yang berlebihan dalam keyakinan sehingga mempercayai sesuatu
tanpa dalil) dan bukan pula oleh kaum maddiyyin (yang mengingkari segala
sesuatu yang tidak dapat terjangkau oleh indra), tetapi Islam mengajak
keyakinan apabila keyakinan itu memiliki dalil yang pasti dan kuat.
(Q.S. 2: 111). Islam bukan bukan dianut oleh kaum atheis (sama sekali
tidak percaya adanya Tuhan) dan bukan pula kaum polytheis (meyakini
banyak Tuhan), tetapi Islam mengajak beriman pada Tuhan Yang Satu, Yang
Maha Agung, Tidak ada sekutu baginya, Tidak beranak, dan tidak
diperanakkan.
Dalam Ibadat dan syariat, Islam bukanlah agama yang hanya mementingkan
sisi ibadah ritual dn menjauhi hal-hl yang bersifat kebutuhan manusiawi
duniawi. Contoh yang sangat jelas seperi disebutkan dalam Q.S
Al-Jumuah/62: 9-10.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا
نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ
اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ
تَعْلَمُونَ فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ
وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at,
Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual
beli. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. apabila
telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung.”
Dalam sistem akhlak, Islam bukanlah agama yang menganggap manusia
seperti malaikat, yang kemudian membuat aturan yang mustahi dapat
dikerjakan oleh manusia, dan bukan pula menyamakan manusia dengan
binatang yang kemudian membuat aturan tanpa aturan (bebas). Tetapi Islam
memandang manusia sebagai Makhluk yang berakal memiliki petensi
kebinatangan (nafsu syahwat dan instink)dan potensi kemalaikatan
(spiritualis ruhani). Allah SWT berfirman:
وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا0
“Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan
kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya
beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan Sesungguhnya merugilah
orang yang mengotorinya.” (Q.S. Al-Syams: 7-10)
Inilah beberapa Alasan kenapa Allah SWT menyatakan bahwa yang namanya
agama menurut Allah hanyalah Islam. Republish dari tulisan Lembaga
Keislaman Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
0 on: "Mengapa Memilih Islam? Bagaimana Jawaban Anda Sebagai Seorang Muslim? "