:: Puspen TNI Resmi Tanggapi Iwan Bopeng, Perbuatannya Dilakukan Tidak Hanya di Satu TPS || Posting Bantuan Banjir, Fanspage DivHumasPolri Diserbu Komentar Miring || Prof. Yusril: Mudah-Mudahan Keterangan Saya Bisa Hentikan Kasus Habib Rizieq Petik Hikmah 2017 :: Pemaknaan Hadis Fitnah Kubur dan Pertanyaan Malaikat - Petik Hikmah

Ads

Theme images by Storman. Powered by Blogger.

Comments

Facebook

Blog Archive

Elegant Themes

Ad Home

Breaking News

Design

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Featured
Most Popular

Lorem

Lorem Ipsum

Beauty

Lorem Ipsum

About This Blog

Follow us on facebook

Featured

About Me

Business

Advertisement

Follow Us

Sponsor

Popular Posts

Services

Featured Video

I Am The Author

Thursday, January 19, 2017

Pemaknaan Hadis Fitnah Kubur dan Pertanyaan Malaikat

Sunan al-Tirmidzi, hadis no. 991 (Hadis berkualitas hasan)[1]

حَدَّثَنَا أَبُو سَلَمَةَ يَحْيَى بْنُ خَلَفٍ الْبَصْرِيُّ حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ الْمُفَضَّلِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ إِسْحَقَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قُبِرَ الْمَيِّتُ أَوْ قَالَ أَحَدُكُمْ أَتَاهُ مَلَكَانِ أَسْوَدَانِ أَزْرَقَانِ يُقَالُ لِأَحَدِهِمَا الْمُنْكَرُ وَالْآخَرُ النَّكِيرُ فَيَقُولَانِ مَا كُنْتَ تَقُولُ فِي هَذَا الرَّجُلِ فَيَقُولُ مَا كَانَ يَقُولُ هُوَ عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ فَيَقُولَانِ قَدْ كُنَّا نَعْلَمُ أَنَّكَ تَقُولُ هَذَا ثُمَّ يُفْسَحُ لَهُ فِي قَبْرِهِ سَبْعُونَ ذِرَاعًا فِي سَبْعِينَ ثُمَّ يُنَوَّرُ لَهُ فِيهِ ثُمَّ يُقَالُ لَهُ نَمْ فَيَقُولُ أَرْجِعُ إِلَى أَهْلِي فَأُخْبِرُهُمْ فَيَقُولَانِ نَمْ كَنَوْمَةِ الْعَرُوسِ الَّذِي لَا يُوقِظُهُ إِلَّا أَحَبُّ أَهْلِهِ إِلَيْهِ حَتَّى يَبْعَثَهُ اللَّهُ مِنْ مَضْجَعِهِ ذَلِكَ وَإِنْ كَانَ مُنَافِقًا قَالَ سَمِعْتُ النَّاسَ يَقُولُونَ فَقُلْتُ مِثْلَهُ لَا أَدْرِي فَيَقُولَانِ قَدْ كُنَّا نَعْلَمُ أَنَّكَ تَقُولُ ذَلِكَ فَيُقَالُ لِلْأَرْضِ الْتَئِمِي عَلَيْهِ فَتَلْتَئِمُ عَلَيْهِ فَتَخْتَلِفُ فِيهَا أَضْلَاعُهُ فَلَا يَزَالُ فِيهَا مُعَذَّبًا حَتَّى يَبْعَثَهُ اللَّهُ مِنْ مَضْجَعِهِ ذَلِكَ وَفِي الْبَاب عَنْ عَلِيٍّ وَزَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ وَابْنِ عَبَّاسٍ وَالْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ وَأَبِي أَيُّوبَ وَأَنَسٍ وَجَابِرٍ وَعَائِشَةَ وَأَبِي سَعِيدٍ كُلُّهُمْ رَوَوْا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي عَذَابِ الْقَبْرِ قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ

Petik Hikmah - Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a.: “Bersabda Nabi SAW: Apabila meninggal seorang hamba maka datanglah dua orang malaikat, salah satunya bernama Munkar, dan yang lainnya bernama Nakir. Kedua malaikat itu bertanya: Apa yang dapat engkau katakan mengenai Muhammad SAW? Apabila yang ditanya adalah orang mu’min, ia akan menjawab: Beliau adalah hamba dan rasul Allah. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah, dan Muhammad adalah rasul-Nya. Malaikat tersebut berkata: Sekarang kami telah mengerti akan apa yang engkau katakan. Setelah itu, dilapangkanlah kuburnya seluas tujuh puluh hasta dan diterangi dengan nur. Dikatakan kepadanya: Sekarang tidurlah engkau. Mayat tersebut memohon: Doakanlah agar aku dapat kembali pada keluargaku untuk mengabarkan kesenangan ini. Sang malaikat menjawab: Tidurlah! Maka tidurlah ia laksana tidurnya para pengantin, tak pernah bangun kecuali jika ia ingin menemui keluarganya. Demikian yang berlangsung hingga hari kebangkitan. Adapun orang munafik, jika ia ditanya demikian ia menjawab: Aku tak tahu. Aku hanya mendengar orang lain mengatakan sesuatu tentang dia (Muhammad), lantas aku katakan pula apa yang orang katakan tentangnya itu. Malaikat berkata: Sekarang kami telah mengerti akan apa yang kamu katakan. Setelah itu sang malaikat berujar pada bumi: Jepitlah manusia ini olehmu! Lantas dijepitnya hingga berserakan tulang rusuknya. Dan ia senantiasa diazab, disiksa sampai ia dibangkitkan dari kuburnya nanti di hari akhir.”

Dalam riwayat lain dari Abu Qatadah, diceriterakan bahwa: sesungguhnya jika seorang mu’min meninggal, dia akan didudukkan di dalam kuburnya, lalu ditanyakan padanya: Siapa Tuhanmu?” “Allah”, jawabnya. Ditanyakan lagi,” Siapa Nabimu?” “Muhammad ibn ‘Abdillah”, sahutnya. Hal itu ditanyakan padanya sebanyak tiga kali. Kemudian dibukakan baginya pintu menuju neraka dan dikatakan padanya,” Lihatlah ke tempat tinggalmu jikalau saja engkau menyimpang dari kehendak-Nya.” Setelah itu, dibukakan pintu surga dan dikatakan kepadanya,” Lihatlah tempat tinggalmu di surga, karena engkau teguh meyakini-Nya.”

Jika seorang kafir meninggal, dia akan didudukkan di dalam kuburnya, kemudian ditanyakan kepadanya,” Siapakah Tuhanmu? Siapakah Nabimu?” “Aku tidak tahu... Aku memang pernah mendengar orang-orang mengatakan sesuatu,” jawabnya. Lalu dikatakan padanya,” Kamu memang benar-benar tidak tahu!” Setelah itu, dibukakan pintu surga dan dikatakan, ”Lihat ke tempat tinggalmu itu seandainya kamu benar-benar teguh beriman.” Lalu dibukakan baginya pintu neraka dan dikatakan, ”Lihat ke tempatmu karena kamu menyimpang”.[2] (Diriwayatkan oleh Ibn Abi Hatim, Al-Thabrani dan Ibn Mundah)

Pemaknaan Hadis Fitnah Kubur dan Pertanyaan Malaikat  2
 
Dalam riwayat lain yang sedikit berbeda, yakni yang diungkapkan oleh Al-‘Ajiri dalam Al-Syari’ah, diriwayatkan dari Ibn Mas’ud: Jika seorang hamba telah meninggal dan diletakkan dalam kubur, Allah mengutus kepadanya dua malaikat untuk menghardik dan bertanya, “Siapa Tuhanmu?” “Allah Tuhanku”, jawabnya. “Apa agamamu?” tanyanya lagi. Jawabnya, “Islam agamaku”. “Lalu, siapa Nabimu?”. Dia menjawab,” Muhammad Nabiku”. Kemudian keduanya mengatakan, “Engkau benar. Berikanlah kepadanya tempat tidur dari surga, pakaian dari surga, dan perlihatkan tempatnya di surga.”

Adapun jika orang kafir yang meninggal, ia akan dipukul dengan pukulan yang bisa membuat kuburannya menyala. Malaikat juga menyempitkan kuburnya hingga tulang rusuknya tercerai-berai dan berserakan, dan dibangkitkan untuknya ular-ular kuburan.[3]

Dari tiga cuplikan hadis di atas mengenai pertanyaan malaikat pada si mayit di dalam kuburnya, kita sadari bahwa “proses” tanya-jawab antara manusia dengan malaikat tidaklah sama satu dengan lainnya. Tiap-tiap riwayat menampakkan perbedaan dalam menyebutkan cara pengajuan pertanyaan dan pemberian jawaban, meskimemang tidak terlalu berbeda jauh. Selain itu, dalam riwayat lain (tidak saya sebutkan dalam makalah ini) dikisahkan bahwa hanya ada satu sosok malaikat yang menanyai si mayit. Hal ini bukan berarti hadis-hadis tersebut saling bertentangan, akan tetapi karena perbedaan “perlakuan” pada tiap-tiap orang saja. Kemungkinan, orang yang didatangi oleh satu malaikat atau hanya diberikan pertanyaan yang lebih ringan dan sedikit, merupakan suatu keringanan baginya, karena amal shalih yang dikerjakannya. Atau, kemunhgkinan kedua, bisa saja salah satu dari riwayat tersebut merupakan ringkasan dari riwayat lainnya, sehingga tidak mencantumkan keseluruhan kisah. Akan tetapi, memang masuk di akal jikalau Allah memberikan perlakuan yang berbeda-beda pada setiap orang, karena semua tergantung amalan-amalan yang telah diperbuatnya di dunia dahulu.

Fenomena Siksa Kubur: Nyatakah?
 
حَدَّثَنَا عَيَّاشٌ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْأَعْلَى حَدَّثَنَا سَعِيدٌ قَالَ وَقَالَ لِي خَلِيفَةُ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْعٍ حَدَّثَنَا سَعِيدٌ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْعَبْدُ إِذَا وُضِعَ فِي قَبْرِهِ وَتُوُلِّيَ وَذَهَبَ أَصْحَابُهُ حَتَّى إِنَّهُ لَيَسْمَعُ قَرْعَ نِعَالِهِمْ أَتَاهُ مَلَكَانِ فَأَقْعَدَاهُ فَيَقُولَانِ لَهُ مَا كُنْتَ تَقُولُ فِي هَذَا الرَّجُلِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَقُولُ أَشْهَدُ أَنَّهُ عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ فَيُقَالُ انْظُرْ إِلَى مَقْعَدِكَ مِنْ النَّارِ أَبْدَلَكَ اللَّهُ بِهِ مَقْعَدًا مِنْ الْجَنَّةِ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَرَاهُمَا جَمِيعًا وَأَمَّا الْكَافِرُ أَوْ الْمُنَافِقُ فَيَقُولُ لَا أَدْرِي كُنْتُ أَقُولُ مَا يَقُولُ النَّاسُ فَيُقَالُ لَا دَرَيْتَ وَلَا تَلَيْتَ ثُمَّ يُضْرَبُ بِمِطْرَقَةٍ مِنْ حَدِيدٍ ضَرْبَةً بَيْنَ أُذُنَيْهِ فَيَصِيحُ صَيْحَةً يَسْمَعُهَا مَنْ يَلِيهِ إِلَّا الثَّقَلَيْنِ

Diriwayatkan dari Anas r.a.: “Bersabda Nabi SAW: Apabila manusia telah dibaringkan dalam kuburnya, dan sahabat (yang mengantarkan) telah pulang, sampai ia mendengar derap sepatu mereka, maka datanglah dua orang malaikat menemuinya. Kedua malaikat itu mendudukkannya, lalu bertanya kepadanya: Apa yang dapat engkau katakan mengenai Muhammad SAW? maka adapun orang mu’min akan menjawab: Saya bersaksi bahwa Beliau adalah hamba dan rasul Allah. Maka dikatakanlah kepadanya: Lihatlah tempat tinggalmu dari neraka, sesungguhnya Allah telah menggantinya untukmu dengan surga. Maka ia diperlihatkan pada keduanya. Setelah itu, dilapangkanlah kuburnya seluas tujuh puluh hasta dan penuh berisi tanaman segar sampai hari ia dibangkitkan. Adapun orang munafik, jika ia ditanya demikian ia menjawab: Aku sama sekali tak tahu. Aku hanya mengatakan sesuatu yang diucapkan orang mengenai dirinya. Malaikat berkata: Engkau tidak tahu! Engkau tidak membaca! Kemudian dipukulkanlah martil yang rebuat dari besi dengan pukulan yang menimpa antara kedua telinganya. Ia pun berteriak dengan teriakan yang didengar oleh orang yang mengiringinya tanpa membebaninya, dan disempitkan kuburnya sampai beradu tulang-tulang rusuknya.”

Mengenai latar belakang munculnya hadis di atas, dikisahkan dalam Sunan Abu Daud bahwa Rasulullah SAW suatu ketika pernah memasuki kebun kurma kepunyaan Bani Najar. Tiba-tiba beliau mendengar suara yang mengagetkan, sehingga beliau bertanya pada orang-orang yang mengiringinya, “Siapa saja orang yang dikubur disini?” mereka menjawab,”Wahai Rasulullah, mereka adalah orang-orang yang dikubur pada masa jahiliyah.” Beliau bersabda: Kita memohon perlindungan Allah dari siksa kubur dan dari fitnah dajjal.” Mereka bertanya,”Mengapa demikian Ya Rasulullah?” Beliau menjawab seperti bunyi hadis yang menerangkan adanya siksa dan nikmat kubur di atas.[4]

Meski kita tidak dapat mengetahui kejadian di alam kubur, telah jelas dipaparkan dalam hadis di atas, bahwa setelah manusia meninggal dan disemayamkan dalam kubur, ia akan didatangi oleh malaikat yang akan mengajukan beberapa pertanyaan. Jikalau ia mu’min lagi shalih, niscaya ia akan mudah menjawab dan memperoleh kebahagiaan dan kenikmatan di alam kubur kelak. Sebaliknya, jika ia kafir atau zalim, maka ia akan kesulitan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, dan kelak akan menerima siksa yang teramat pedih.

Perlu dicatat, hadis terkait siksa kubur di atas, rawi-rawi yang meriwayatkannya, meski tidak mencapai tingkatan shahih, mereka masih patut menyandang predikat hasan. Kemuttashilannya pada Rasulullah SAW juga tidak perlu dipertanyakan lagi. Maka, “siksa kubur” merupakan suatu fenomena yang memiliki landasan yang kuat dari hadis Nabi. Meski begitu, masih terdapat orang-orang dari kelompok Materialisme (Naturalisme) juga Mu’tazilah yang menilai hadis tersebut musykil dari sisi logika serta nalar manusia. Menurut mereka, orang yang telah mati tak ubahnya seperti bangkai lain, tenang, tak bergerak, serta tidak memiliki rasa dan perasaan. Lalu bagaimana mungkin sesuatu yang seperti itu dapat menerima atau bahkan merasakan siksaan? Bagaimana mungkin ia dan bertanya-jawab atau duduk bersama malaikat? Mengapa agama Islam, sebagai agama akal, dapat bertentangan dengan akal, dunia nyata, dan intuisi?

Dalam diskursus pemikiran kelompok Naturalis, kematian dipandang sebagai proses perjalanan akhir dari kehidupan. Dengan menggunakan rasio dan indera manusia sebagai tolok ukurnya, kematian merupakan wujud dari yang tak berwujud (being of nothingness)[5], artinya wujud mati merupakan hakikat yang sebenarnya dari ketidakwujudan atau ketiadaan. Karenanya, “mati” bersifat tidak eksis, hampa, kosong, dan semacamnya, sedang “hidup” bersifat eksis, ada, dan dapat dirasakan. Eksistensi manusia dan dirasakan karena adanya jiwa dan raga dalam diri manusia yang memiliki potensi “merasakan” kehidupan. Hal ini tak dapat dijumpai jika jiwa dan raga manusia yang sebenarnya sudah tidak ada karena ia sudah mati, tak eksis. Maka, bertolak dari pemikiran semacam ini, kelompok Naturalis menolak paham “hidup setelah mati”, karena proses peralihan dari “ada” menuju “tidak ada”, dari “eksis” menuju “non-eksis”.

Mencoba menanggapi hal di atas, sebenarnya matinya manusia tidak menjadi penghalang baginya untuk mendapatkan siksa, kenikmatan, kesengsaraan ataupun kebahagiaan. Meski hal tersebut tidak dapat disaksikan oleh indera dan tidak dapat diterima oleh nalar manusia, bukan lantas menjadikan hal tersebut sesuatu yang tidak ada. Sebagai contoh, ruh. Jika manusia tidak dapat melihat ruh, bukan berarti ia tidak ada dalam kenyataan. Maka, jika manusia tidak dapat melihat siksa ataupun nikmat kubur, bukan berarti itu tidak ada. Atau, kita dapat membayangkan bahwa orang yang mati layaknya orang yang sedang tidur, yang dalam tidurnya ia dapat mengalami berbagai macam hal, sebagaimana orang yang sadar. Jika kita lihat, orang yang sedang tidur itu terlihat tenang, tak bergerak, tak terusik, tak melakukan apapun, tetap membujur kaku. Maka orang matipun dapat kita analogikan seperti itu. Di alam barzakh, ia akan mengalami hal yang seperti itu, maksudnya meski jasadnya tak tergerak, ruhnya masih tetap dapat merasakan nikmat, siksaan, bahagia, sengsara, maupun kejadian lainnya.

Kalangan Ahlussunnah memiliki pandangan sendiri. Menurut mereka, siksa kubur dilakukan terhadap jasad itu sendiri setelah ruhnya dikembalikan lagi oleh Allah ke jasadnya, dengan kemahakuasaan-Nya, sekalipun jenazahnya sudah hangus atau habis dimakan oleh ulat dan cacing.[6]

Lain halnya dengan argumen yang digunakan Bediuzzaman Said Nursi untuk menanggapi pandangan kaum Naturalis tersebut. Sederhananya, ia berpendapat bahwa kematian adalah peralihan dari eksistensi dunia hidup (‘alam al-dunya) menuju eksistensi dunia lain (‘alam al-barzakh),[7] yang keduanya diciptakan Allah. Karena dunia tersebut (barzakh) merupakan sesuatu yang eksis, ada, maka eksistensi kematianpun akan terus berlanjut menuju proses perjalanan akhir kehidupan, yakni akhirat, melalui hari kebangkitan (kiamat).
 

0 on: "Pemaknaan Hadis Fitnah Kubur dan Pertanyaan Malaikat "