:: Puspen TNI Resmi Tanggapi Iwan Bopeng, Perbuatannya Dilakukan Tidak Hanya di Satu TPS || Posting Bantuan Banjir, Fanspage DivHumasPolri Diserbu Komentar Miring || Prof. Yusril: Mudah-Mudahan Keterangan Saya Bisa Hentikan Kasus Habib Rizieq Petik Hikmah 2017 :: Doa Nabi Ibrahim Untuk Keturunan Anak Shaleh Dan Keberkahan Di Dalam Rumah - Petik Hikmah

Ads

Theme images by Storman. Powered by Blogger.

Comments

Facebook

Blog Archive

Elegant Themes

Ad Home

Breaking News

Design

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Featured
Most Popular

Lorem

Lorem Ipsum

Beauty

Lorem Ipsum

About This Blog

Follow us on facebook

Featured

About Me

Business

Advertisement

Follow Us

Sponsor

Popular Posts

Services

Featured Video

I Am The Author

Friday, January 20, 2017

Doa Nabi Ibrahim Untuk Keturunan Anak Shaleh Dan Keberkahan Di Dalam Rumah



Petik Hikmah - Memiliki rumah sebagai kediaman keluarga atau pribadi merupakan hal yang diinginkan oleh tiap individu. Sebab rumah adalah bagian dari kebutuhan primer seseorang, utamanya yang telah berkeluarga.

      Dengan banyaknya kesibukan di luar, jarak yang terjadi antara anak-orang tua, atau saudara dan handai taulan lainnya, menjadikan rumah adalah tempat persinggahan untuk beristirahat, atau tempat berkumpul orang-orang yang biasanya telah lama berpisah. Dengan demikian, keinginan memiliki rumah, tentu senantiasa berbarengan dengan keinginan terciptanya suasana harmonis dan penuh kenyamanan di dalam rumah tersebut.

      Bagi seorang muslim sendiri, rumah yang dicita-citakan adalah rumah yang diberkahi oleh Allah. Sebab letak kebahagiaan seorang muslim adalah apabila apa yang dia miliki, haruslah diridhai dan diberkahi. Sebab, setiap muslim meyakini bahwa harta yang diberikan oleh Allah, jika ternyata tidak diberkahi, maka justru akan menjadi ujian bahkan menjadi musibah.

      Jika rumah yang dimiliki tidak diberkahi, justru tidak ada kebahagiaan yang ditunai dari sana, atau malah pada akhirnya, rumah menjadi sarang konflik suami istri atau orang tua dengan anak.

      Jika mau ditela’ah lebih dalam, di dalam al-Qur’an Allah telah memberikan kiat-kiat yang bisa dilakukan agar Allah memberkahi kediaman kita. Cara mendapatkan berkah itu bisa kita lihat dari do’a Nabi Ibrahim yang Beliau panjatkan ketika menempatkan anak keturunannya di lembah Bakka tanah Haram yang menjadi mekkah sekarang. Dalam surat Ibrahim ayat 37 difirmankan:
رَّبَّنَا إِنِّي أَسْكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِندَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُم مِّنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ [١٤:٣٧] 

Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. Berdasarkan ayat ini, ada doa tersirat yang hendak dipanjatkan oleh nabi Ibrahim yaitu doa untuk anaknya yng berada di mekkah, seperti meminta kepada Allah SWT untuk mendapatkan keturunan anak shaleh yang senantiasa beribadah kepadaNya, mencukupkan rezki mereka dan selalu bersyukur.

Untuk doa Nabi Ibrahim ini, akan kami jelaskan ke dalam bebebarapa bagian berikut:

Pertama, dari kata-kata liyuqimusshalah “agar mereka menegakkan shalat”. Ayat ini menunjukkan bahwa tempat tinggal yang kita bangun tidak sekedar menjadi tempat berteduh belaka, tempat istirahat saja, atau tempat bercengkrama dengan pasangan dan anak-anak kita, tapi yang lebih pokok adalah sebagai masjid, tempat kita untuk beribadah kepada Allah swt. sehingga jika rumah hendak diberkahi, menambah prabotan bukanlah hal yang terpenting, melainkan bagaimana menjadikan rumah kita tempat ibadah.

Shalat-shalat sunnah kita tegakkan (sholat tahajud, sholat dhuha, dll), membaca al-Qur’an kita semarakkan dan rumah sementara itu kita jauhkan dari perbuatan-perbuatan maksiat. Demikian pula rumah tersebut juga seharusnya menjadi madrasah, mengkader anak-anak, keluarga kita menjadi orang shalih. Beberapa dalil, diantaranya sabda Nabi Muhammad :

إِنَّ أَفْضَلَ صَلَاةِ الْمَرْءِ , صَلَاتُهُ فِي بَيْتِهِ إِلَّا الْمَكْتُوبَةَ

“Sesungguhnya sebaik-baik shalatnya seorang seseorang adalah shalatnya di rumah kecuali shalat maktubah, atau shalat fardhu”
Hal yang patut diperhatikan dari riwayat ini adalah, keutamaan shalat di rumah konteksnya adalah shalat sunnah. Adapun shalat fardhu bagi laki-laki lebih utama di mesjid. Sehingga dalam hal ini, merupakan hal yang tidak pantas jika mengerjakan shalat sunnah rutin dilakukan di rumah, namun sangat jarang mengerjakan shalat fardhu di mesjid. Sebab dalam kaidah fiqhiyyah, seseorang dilarang mencari yang sunnah tetapi dengan meninggalkan yang wajib. 

Doa Nabi Ibrahim untuk Keturunan anak yang Shaleh

      Terkait persoalan ini, ada cerita yang sangat menarik. Diceritakan ada seorang kakek yang sudah sangat renta hendak berangkat ke masjid, tapi istrinya datang untuk mencegah, karena jalan menuju masjid becek total setelah diguyur hujan yang deras. Namun hal itu ternyata tidak menyurutkan langkah kakek tersebut, sehingga ia tetap pergi.

      Di tengah perjalanan, kakek itu jatuh dan semua bajunya kotor. Lalu dia pulang, tapi tidak untuk shalat di rumah, melainkan hanya untuk mengganti baju, lalu ia berangkat lagi. Kedua kalinya kakek itu jatuh lagi, dia pulang lagi untuk ganti baju. Yang ketiga kalinya dia jatuh, tapi ada seorang pemuda yang menahannya agar tidak jatuh ke tanah.

      Singkat cerita, setelah shalat, kakek tersebut lalu mencari pemuda yang menolongnya tadi. Tapi dia kaget, mendapati pemuda itu tidur-tidur diserambi masjid, dan tidak ikut shalat. Karena merasa kecewa, Si kakek mendatanginya dengan maksud memberi nasihat
“Nak.. kamu itu anak baik, tapi kenapa tidak ikut shalat?”
Mendapat pertanyaan itu pemuda itu malah tertawa

“Saya ini sebenarnya setan pak”

sontak bapak itu kaget

“lho.. kalau gitu, kenapa kamu menolong saya tadi?”,

si pemuda yang ternyata setan itu menjawab 


“Ia, karena tadi, ketika bapak jatuh pertama kali, Allah mengampuni dosa-dosa bapak, ketika jatuh kedua kali, Allah mengampuni dosa-dosa keluarga bapak, dan jika bapak tadi jatuh untuk ketiga kalinya dosa-dosa tetangga bapak diampuni semuanya oleh Allah, kan saya rugi besar jika terjadi untuk yang ketiga kalinya pak.”
      Hikmah yang ingin lebih ditekankan di antaranya adalah shalat jama’ah itu merupakan hal yang sangat penting sekali, dilihat dari manfaatnya yang ternyata tidak hanya untuk yang shalat berjamaah saja, tapi untuk keluarga dan orang-orang di sekitarnya. Meski cerita ini tidak dilandasi dari sebuah hadis, tapi terdapat sebuah hadis qudsi yang mendukung hikmah dari cerita tersebut


إِنِّي لَأَهُمُّ بِأَهْلِ الْأَرْضِ عَذَابًا فَإِذَا نَظَرْتُ إِلَى عُمَّارِ بُيُوتِي والْمُتَحَابِّينَ فِيَّ والْمُسْتَغْفِرِينَ بِالْأَسْحَارِ صَرَفْتُ عَنْهُمْ "

“Sesungguhnya Aku berkehendak untuk menimpakan adzab kepada sekelompok penduduk bumi, tetapi ketika kemudian Aku melihat kepada orang-orang yang memakmurkan rumah-rumahKu, orang yang saling mecintai karena aku dan orang-orang yang senantiasa memohon ampun di waktu malam-malam mereka, (karena mereka) lalu aku palingkan (tidak jadi) adzab tersebut dari penduduk bumi itu.”

      Berdasarkan hadis qudsi ini, diketahui tiga hal yang menyebabkan azab Allah itu tidak jadi turun kepada kita, Orang-orang yang memakmurkan rumah Allah, yaitu masjid dengan shalat jama’ah, muslim yang saling mencintai dan orang-orang yang meminta ampunan di waktu sahur. 


       Kedua, agar rumah sementara kita diberkahi berdasarkan do’a Nabi Ibrahim diwakili dengan kalimat faj’al af’idatan minnas tahwi ilaihim, yang artinya nabi meminta agar sebagian manusia datang ke tempat itu, bermukim dan saling condong hati mereka satu sama lain, yaitu saling mencintai.
      Berdasar hal ini, maka dituntut adalah adanya rasa saling mencintai antara orang-orang sekitar. mulai dari keluarga sendiri, kemudian tetangga-tetangga di sekitar. Dengan kata lain, menciptakan hubungan silaturahim yang kuat adalah hal yang sangat dianjurkan jika mau rumah kita diberkahi Allah.

      Dalam hal ini, Islam sangat menekankan tentang menjalin hubungan silturahmi dengan harmonis. Seperti dalam penggalan ayat dinyatakan tentang perintah menjalin silaturahmi:

...لَا تَعْبُدُونَ إِلَّا اللَّهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا...

“... Dan janganlah kalian menyembah melainkan hanya kepada Allah dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim dan orang-orang miskin, dan berkata baiklah kalian kepada manusia lain...”
      Dalam ayat ini, setelah Allah menyuruh kita untuk menghamba hanya kepadaNya, Allah kemudian menyuruh kita untuk berbuat baik kepada kedua orang tua, lalu kerabat, orang-orang miskin dan anak yatim serta berkata yang baik kepada orang-orang lainnya. Senada dengan ayat di atas Rasulullah pernah bersabda: “barang siapa yang beriman kepada hari akhir maka hendaknya ia tidak menyakiti tetangganya”.

      Hubungan silaturahim dengan kerabat, baik itu keluarga sendiri dan tetangga kita, merupakan salah satu syarat penting diberkahinya kediaman seseorang. Dengan kata lain, jika ada orang yang tidak menjaga hubungan silaturahminya, maka keberkahan Allah akan sulit diturunkan kepadanya, bahkan dalam hadis, putusnya tali silaturahmi tersebut juga akan berpengaruh negatif kepada orang lain yang berada di sekitarnya.

       Dikisahkan bahwa suatu ketika, dalam sebuah majelis, Rasulullah tiba-tiba berkata “laa yujalisuna al-yaum, qhaati’u Rahim (tidak boleh duduk bersama kami, orang yang memutuskan tali silaturahmi. 

       Mendengar ancaman itu, seorang pemuda tiba-tiba teringat bahwa kemarin dia dengan tantenya terjadi cekcok dan hingga sekarang belum saling berbicara, sehingga pemuda itu bersegera keluar, menemui tantenya dan berdamai.

       Setelah berdamai, ia lalu kembali ke majlis Rasulullah. Melihat pemuda itu telah kembali, Rasulullah melanjutkan sabdanya “inna rahmah, la tanzilu ala qaum fihim qhoti’u ar-Rahim” (Sesungguhnya rahmat tidak akan diturunkan kepada kaum yang di dalamnya terdapat orang yang memutuskan tali silaturahmi.
       Hadis ini kembali menguatkan bagaimana pentingnya untuk saling menguatkan tali silaturahim. Jika bertetangga, maka kita harus saling mencintai dalam arti yang positif, saling menghargai, saling menghormati dan berhati-hati agar apa yang kita kerjakan tidak menjadi bagi yang lain.

       Dalam hadis lain, ada banyak riwayat yang menyinggung hal ini. Seperti bagaimana ketika orang yang hendak membangun rumah yang dindingnya lebih tinggi dari rumah sebelahnya harus meminta izin kepada tetangga sebelahnya karena bisa jadi rumah yang hendak kita bangun nanti ternyata menutup aliran udara bagi tetangga kita.

       Begitu pula anjuran ketika memasak sayur, maka perbanyak kuahnya agar bisa dibagi-dibagi, atau anjuran ihya as-Salam, menghidupkan budaya salam ketika bertemu, membuat majelis atau kegiatan yang baik, saling mengunjungi satu sama lain, dan saling menolong, seperti jika tetangga sakit, kita menjenguknya, jika diundang kita penuhi undangannya, jika ada yang meninggal kita urus mulai dari pemandian, shalat sampai pemakaman, bahkan jika saudara kita yang bersin kita do’akan. 

Hal-hal kecil yang diatur islam ini menunjukkan bagaimana silaturahim yang terjalin dengan baik merupakan bagian dari akhlak seorang muslim.
       Ketiga adalah warzuqhum minattsamarat la’allahum yasykurun (dan berikan mereka rezqi dari buah-buahan, semoga mereka menjadi hamba yang bersyukur). Penggalan doa nabi Ibrahim ini, menggunakan kata at-Tsamarat, buah-buahan sebagai rezki. Salah satu hikmah yang mungkin terdapat dalam pemilihan kata ini, adalah jika diperhatikan, buah-buahan merupakan salah satu rezki makanan yang bersih dan menyehatkan.
       Dengan begitu bagi penghuni rumah, selayaknya diberi rezki yang halal lagi baik, agar semangat yang terbangun juga semangat ibadah memenuhi rumahn dengan kebaikan-kebaikan. Lalu nikmat tersebut disyukuri agar semakin ditambah Allah swt.

       Jika ini semua dilakukan secara konsisten, dengan niat karena Allah, maka tidak mustahil bermulai dari baitun toyyibun (rumah yang baik -diberkahi), lalu qoryatun toyyibun (Kampung yang baik -diberkahi, yang pada akhirnya hingga terwujud janji Allah baldatun toyyibun wa rabbun ghafur.

Wallahu musta’an wallahu ‘Ala Kulli Syain Qadir
*Qaem Aulassyahied

0 on: "Doa Nabi Ibrahim Untuk Keturunan Anak Shaleh Dan Keberkahan Di Dalam Rumah"