Apakah Kau Tak Ingin Menikah?
Rasulullah ﷺ memiliki beberapa sahabat yang menjadi pembantu beliau. Mengerjakan beberapa pekerjaan yang meringankan kesibukan beliau sebagai seorang pimpinan agama dan negara. Di antara pembantu beliau adalah Rabi’ah bin Ka’ab al-Aslami radhiallahu ‘anhu.
Rasulullah ﷺ adalah sosok penyayang dan
perhatian. Beliau memperhatikan keadaan sahabat-sahabatnya. Membantu
mereka yang kekurangan. Menjenguk yang sakit. Dan memberi masukan untuk
kebaikan dunia dan akhirat mereka. Perhatian serupa beliau berikan juga
pada Rabi’ah bin Ka’ab radhiallahu ‘anhu.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya, Rabi’ah bin Ka’ab radhiallahu ‘anhu bercerita:Aku adalah seorang yang membantu Nabi ﷺ. Beliau berkata padaku, “Wahai Rabi’ah, apakah kau tidak ingin menikah?”
“Demi Allah, wahai Rasulullah, aku belum ingin menikah. Aku tak punya sesuatu yang bisa menanggung seorang wanita. Selain itu, aku tak ingin ada hal yang membuatku sibuk dari melayanimu.”, jawabku.
Kemudian Nabi ﷺ pun berlalu. Aku kembali melayani beliau seperti biasa.
Pada kesempatan berikutnya, beliau bertanya untuk kali kedua, “Wahai Rabi’ah, apakah kau tidak ingin menikah?”
“Aku belum ingin menikah. Aku tak punya sesuatu yang bisa menanggung seorang wanita. Selain itu, aku tak ingin ada sesuatu yang membuatku sibuk dari melayanimu.”, jawabku. Rabi’ah belum mengubah pendiriannya.
Nabi ﷺ pun berlalu. Kali ini aku merenungi
diriku. “Demi Allah, sungguh Rasulullah ﷺ tahu sesuatu yang terbaik
untuk kehidupan duniaku dan akhiratku. Dia lebih tahu dari diriku. Demi
Allah. seandainya ia kembali bertanya tentang menikah, akan kukatakan
kepadanya, ‘Iya Rasulullah, perintahkanlah aku dengan sesuatu yang
engkau kehendaki’.” Gumam Rabi’ah.
Kemudian Rasulullah kembali bertanya, “Wahai Rabi’ah, apakah kau tidak ingin menikah?”
“Tentu mau, perintahkan aku dengan apa yang Anda kehendaki.”, jawabku.
Beliau memerintahkan, “Pergilah ke keluarga
Fulan. Suatu kampung dari kalangan Anshar.” Mereka lambat menunaikan
perintah Nabi ﷺ. “Katakan pada mereka, Rasulullah ﷺ mengutusku kepada
kalian. Dia memerintahkan agar kalian menikahkanku dengan Fulanah -salah
seorang wanita dari kalangan mereka-.”
Aku pun pergi. Dan kusampaikan kepada mereka
bahwa Rasulullah ﷺ mengutusku kepada kalian. Beliau memerintahkan agar
kalian menikahkanku dengan Fulanah. Mereka menjawab, “Selamat datang
kepada Rasulullah dan utusannya Rasulullah ﷺ. Demi Allah, utusannya
Rasulullah ﷺ tidak akan pulang kecuali keperluannya telah terpenuhi.”
Mereka menikahkanku dan bersikap lemah lembut
terhadapku. Mereka sama sekali tidak minta penjelasan padaku. Kemudian
aku kembali menemui Rasulullah ﷺ dalam keadaan haru. Beliau bertanya,
“Apa yang terjadi padamu wahai Rabi’ah?”
“Wahai Rasulullah, aku menemui suatu kaum yang
mulia. Mereka menikahkanku, memuliakanku, dan bersikap baik kepadaku.
Mereka sama sekali tidak meminta bukti. Hanya sayangnya, aku tidak
memiliki mas kawin.”, jawabku.
Rasulullah ﷺ berkata, “Wahai Buraidah al-Aslami, kumpulkan untuknya sebiji emas.”Mendengar hal itu, para sahabat mengumpulkan biji emas untukku. Kuambil apa yang telah mereka kumpulkan. Kemudian aku kembali menghadap Nabi ﷺ. Beliau berkata, ‘Pergilah kepada mereka dengan membawa ini. Katakan! ini adalah mas kawinnya’. Aku berangkat menemui mereka dan kukatakan, “Ini mas kawinnya”. Mereka pun ridha dan menerimanya. “Mas kawin seperti ini sudah sangat banyak dan baik sekali”, kata mereka.
Rabi’ah al-Aslami radhiallahu ‘anhu melanjutkan:
Lalu aku pulang menemui Nabi ﷺ dalam keadaan sedih. Beliau bertanya, “Wahai Rabi’ah kenapa kamu bersedih?”
Aku menjawab, “Wahai Rasulullah, aku tak pernah
melihat kaum yang lebih mulia dari mereka. Mereka rela dengan apa yang
kuberikan dan berlaku sangat baik. Kata mereka, ini sangat banyak dan
bagus. Hanya sayang, aku tak punya sesuatu yang bisa kugunakan untuk
mengadakan walimah. Beliau bersabda, “Wahai Buraidah, tolong kumpulkan
kambing untuknya”.
Lalu mereka mengumpulkan kambing yang banyak
dan gemuk. Setelah itu, Rasulullah ﷺ berkata padaku “Pergilah dan
temuilah Aisyah dan katakan padanya agar dia mengirim beberapa keranjang
berisi makanan”. Aku pun menemuinya dan kukatakan padanya segala yang
Rasulullah ﷺ perintahkan padaku.
Ummul mukminin Aisyah radhiallahu ‘anha
mengatakan, “Ini keranjang berisi sembilan sha’ gandum. Demi Allah,
jika besok ada makanan lain, ambillah.” Kuambil makanan itu dan kubawa
menuju Nabi ﷺ. Ku-kabarkan pada beliau apa yang dikatakan Aisyah. Lalu
beliau bersabda, “Bawalah barang-barang ini ke sana, dan katakan pada
mereka agar mereka gunakan untuk membuat roti”. Aku berangkat ke sana.
Membawa kambing dan berangkat bersama beberapa orang dari Aslam.
Seorang dari Aslam berkata, “Tolong besok
barang-barang ini telah diolah menjadi roti”. Bersama beberapa orang
Aslam, kutemui mereka dan kubawakan kambing. Salah seorang dari Aslam
mengatakan “Tolong besok gandum ini diolah menjadi roti, dan kambing ini
telah dimasak”.
Mereka menjawab, “Untuk membuat roti, cukuplah kami saja. Tapi untuk
menyembelih kambing, kalianlah yang mengerjakannya”. Segera kami ambil
kambing yang ada. Kami semebelih, lalu kami bersihkan. Kemudian
memasaknya. Akhirnya tersedialah daging dan roti. Aku mengadakan walimah
dengan mengundang Rasulullah ﷺ. Beliau pu memenuhi undanganku.
Pelajaran:
Pertama: Perhatian dan kasih sayang Rasulullah ﷺ
kepada para sahabatnya. Terlebih mereka yang miskin. Inilah sifat beliau
ﷺ yang Allah ﷻ puji dalam Alquran.
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul
dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat
menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi
penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS:At-Taubah | Ayat: 128).
Kedua: Nabi ﷺ memiliki tanggung jawab terhadap orang-orang yang berada di bawah tanggungannya.Ketiga: Nabi ﷺ pandai membaca kondisi. Beliau ﷺ tahu apa yang terbaik dan yang dibutuhkan oleh orang lain.
Keempat: Nabi ﷺ tahu hal apa yang terbaik bagi dunia dan akhirat sahabatnya. Demikian juga untuk umatnya. Sehingga ketika kita tahu Nabi ﷺ memerintahkan kita pada suatu perkara, yakinlah! hal itu yang terbaik untuk kita. Walaupun kadang bertentangan dengan keinginan dan nafsu kita.
Kelima: Perhatikanlah bagaimana respon orang-orang yang beriman terhadap perintah Rasulullah ﷺ. Keluarga perempuan yang ditemui Rabi’ah begitu cepat menerima perintah Nabi ﷺ, tanpa menanyakan apapun. Syaikh Muhammad bin Nashir as-Suhaibani hafizhahullah mengatakan, “Mereka disebut lambat menunaikan perintah Nabi karena rumah mereka yang jauh dari Nabi. Atau mereka jarang bertemu Nabi.”
Keenam: Rasa persaudaraan di
antara para sahabat begitu luar biasa. Persaudaraan yang bukan hanya
sekadar pengakuan. Tapi mereka membuktikannya dengan saling
tolong-menolong. Mereka mengumpulkan mahar dan mempersiapkan logistik
untuk resepsi pernikahan Rabi’ah. Inilah gambaran masyarakat Madinah
kala itu.
Ketujuh: Rasulullah ﷺ mengenal
dengan baik pribadi Rabi’ah. Dan beliau juga mengetahui pribadi
perempuan itu. Sehingga keduanya beliau anggap cocok. Sehingga
pernikahan itu maslahat untuk keduanya.
Kedelapan: Rabi’ah menunda
nikah karena ‘asyik’ dengan kegiatannya saat itu. Ia tidak mau ada hal
yang menyibukkannya sehingga mengganggu ibadahnya. Yakni melayani
Rasulullah ﷺ.
Kesembilan: Jika Anda benar-benar memahami hakikat menikah. Tanggung jawab dan konsekuensinya, maka menikah adalah solusi. Allahu A’lam..[km]
0 on: "Apakah Kau Tak Ingin Menikah?"